Selasa, 04 Juli 2017

PASCA PANEN STRAWBERRY


TUGAS TERSTRUKTUR
TEKNOLOGI PASCA PANEN

PASCA PANEN BUAH STRAWBERRY


 




                                                                          



Oleh:
1.      Ina Setiowati                  (A1L014169)
2.      Dea Lukitasari               (A1L014183)
3.      Rifqa Annisa                  (A1L014185)
4.      Prisma Nurul Ilmiyati   (A1L014193)











KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2016
                                                                                                                                          I.          PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Kegiatan pasca panen bertujuan mempertahankan mutu produk segar agar tetap prima sampai ke tangan konsumen, menekan losses atau kehilangan karena penyusutan dan kerusakan, memperpanjang daya simpan dan meningkatkan nilai ekonomis hasil pertanian. Penanganan pasca panen yang baik dan benar pada hasil pertanian merupakan salah satu mata rantai dalam pencapaian standar mutu yang ditetapkan secara nasional dalam Standar Nasional Indonesia (SNI). Buah merupaka salah satu produk pertanian yang dikonsumsi dalam bentuk segas sehingga membutuhkan penanganan pasaca panen untuk menjaga kondisinya agar tetap prima hingga sampai di tangan konsumen.
Buah merupakan salah satu hasil pertanian yang banyak diminati oleh konsumen, seperti halnya strawberry yang memiliki kandungan gizi tinggi dan banyak manfaat lainnya. Strawberry merupakan salah satu komoditas buah yang terpenting di dunia, terutama untuk negara-negara beriklim subtropis. Permintaan dunia akan buah strowberry terus meningkat tiap tahunnya. Daya serap pasar (konsumen) yang semakin tinggi, hal ini berarti agribisnis strawberry mempunyai prospek cerah.
Perkembangan komoditas buah-buahan di Indonesia berjalan cukup pesat, ditambah dengan introduksi buah-buahan subtropik dari luar negeri yang ternyata dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik dalam kondisi iklim seperti di Indonesia. Salah satu buah subtropik yang telah lama dibudidayakan di Indonesia adalah strawberry. Buah ini merupakan salah satu komoditas yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan bangsa pasar yang baik, dengan jumlah produksi untuk tingkat dunia sebesar 3.198.689 ton setiap tahunnya (Hui, 2006).
Pengembangan budidaya strawberry di negara-negara yang beriklim subtropis dijadikan sebagai salah satu sumber devisa. Pola dan sistem pengembangan budi daya strawberry telah dipadukan dengan sektor pariwisata, yaitu menciptakan “kebun agrowisata”. Misalnya, di Eropa kebun agrowisata strawberry telah terdapat di berbagai negara. Di Belanda, pusat kebun agrowisata strawberry terletak di kawasan Kennermerland (Zuid Holland), Bommlerwaard (Westland) dan Noord Brabant. Di Belgia agrowisata strawberry dapat disaksikan di Duffel, Lint, Hoogstraten, Schepdaal, Borgloon dan di sepanjang sungai Maas di Wepion.
Budidaya strawberry pada mulanya didominasi daerah atau negara beriklim subtropis, akan tetapi seiring perkembangan ilmu dan teknologi pertanian yang semakin maju, kini stroberry mendapat perhatian pengembangannya di daerah beriklim tropis. Penanaman strawberry di Indonesia sudah lama dirintis sejak zaman kolonialisasi Belanda, akan tetapi pengembangannya masih dalam skala kecil. Walau strawberry bukan merupakan tanaman asli Indonesia, namun pengembangan komoditas ini yang berpola agribisnis dan agroindustri dapat dikategorikan sebagai salah satu sumber pendapatan baru dalam sektor pertanian. Fakta ini didasari dengan banyaknya penggemar buah strawberry, baik konsumsi dalam keadaan segar maupun buah yang telah diolah menjadi berbagai macam makanan atau minuman. Aneka macam produk olahan buah strawberry adalah sebagai berikut : dibuat dodol, selai, sirup, jam, juice, jelly, manisan, es krim, salad buah, strawberry pada kue, dan lain sebagainya.
Warna strawberry yang merah menyala, segar, aromanya yang khas, dan harganya yang relatif mahal membuat strawberry menjadi buah elit yang cukup digemari. Masalah utama strawberry adalah sifatnya yang mudah rusak oleh pengaruh mekanis dan memiliki umur simpan yang singkat. Strawberry memiliki kadar air yang tinggi sehingga mudah busuk akibat aktivitas enzim atau mikroorganisme. Oleh karena itu, strawberry memerlukan adanya penanganan pasca panen yang tepat agar daya simpannya lebih lama.

B.       Rumusan Masalah
Hal-hal yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan makalah ini antara lain:
1.      Apasajakah dan bagaimana metaboisme pasca panen yang terjadi pada buah strawberry?
2.      Bagaimanakah mutu produk serta perubahan-perubahan yang terjadi pada buah Strawberry setelah dipanen?
3.      Bagaimanakah penerapan teknologi pasca panen dalam penangana buah strawberry?

C.      Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu:
1.      Mengetahui metaboisme pasca panen yang terjadi pada buah strawberry
2.      Mengetahui  mutu produk serta perubahan-perubahan yang terjadi pada buah Strawberry setelah dipanen
3.      Mengetahui penerapan teknologi pasca panen dalam penanganan buah strawberry


                                                                                                                                                                    II.     ISI
A.    SEJARAH BUAH STRAWBERRY
Strawberry yang juga dikenal dengan nama arbei, dari bahasa Belanda aardbei, adalah sebuah genus tumbuhan dalam keluarga Rosaceae. Nama strawberry berasal dari bahasa Inggris kuno streawberige yang merupakan gabungan dari streaw atau "straw" dan berige atau "berry". Alasan pemberian nama ini masih tidak jelas.
Tanaman strawberry berasal dari benua Amerika. Nikolai Ivanovich Vavilov, seorang ahli botani yang berasal dari Uni Soviet, pada tahun 1887-1942 telah melakukan ekspedisi ke Asia, Arika, Eropa dan Amerika, beliau berkesimpulan bahwa tanaman strawberry berasal dari daerah Chili. Jenis atau spesies strawberry yang pertama kali ditemukan di Chili adalah Fragaria chiloensis (L.) Duchesne atau disbeut strawberry Chili (Rukmana,1998).
Kebanyakan strawberry yang tumbuh didunia merupakan varietas liar. Strawberry yang biasa dibudidayakan hanya dua spesies yaitu F.chiloensis (L.) Duch, yang berasal dari Amerika Utara dan Selatan, dan F. virginiana Duch, berasal dari Atlantik dan Pegunungan Rocky di Amerika Utara                         (Hartmann et all, 1981).
Tanaman strawberry telah dikenal sejak zaman Romawi. Strawberry yang dibudiayakan saat ini disebut sebagai strawberry modern dengan nama ilmiah Fragaria x ananassa var duchesne, yang merupakan hasil persilangan dari                     F. virginiana L. var. duschene (dari Amerika Utara) dengan F. chiloensis L. varietas duschene dari Chili. Persilangan ini dilakukan pada tahun 1750                        (Calvin and Knutson, 1983).


B.     PASCA PANEN STRAWBERRY
1.      Respirasi, Gas Etilen dan Transpirasi
Secara fisiologis bagian tanaman yang dipanen dan dimanfaatkan untuk konsumsi segar adalah masih hidup, dicirikan dengan adanya aktivitas metabolisme yang dinamakan respirasi. Buah strawberry dalam kelas respirasi termasuk pada kelas yang tinggi laju respirasinya. Respirasi berlangsung untuk memperoleh energi untuk aktivitas hidupnya. Dalam proses respirasi ini, bahan tanaman terutama kompleks karbohidrat dirombak menjadi bentuk karbohidrat yang paling sederhana (gula) selanjutnya dioksidasi untuk menghasilkan energi. Hasil sampingan dari respirasi ini adalah CO2, uap air dan panas (Gunawan, 1996).
Tabel 1. Kelas respirasi dari beberapa produk pertanian pasca panen pada suhu 5oC.
Kelas respirasi
Komoditi
Sangat rendah
Biji-bijian, kurma, buah kering dan beberapa sayuran
Rendah
Apel, jeruk, anggur, kiwi, bawang putih dan merah, kentang yang telah matang dan ketela rambat.
Moderat
Aprikot, pisang, cherry, peach, nectarine, kol, wortel, selada, tomat. kentang.
Tinggi
Strawberry, bunga kol, lima bean, apokat.
Sangat tinggi
Artichoke, snap bean, green onion, brussel sprout, cut flower.
Terlalu tinggi
Asparagus, brokoli, jamur pangan, pea, spinach, jagung manis.
Semakin tinggi laju respirasi maka semakin cepat pula perombakan-perombakan yang terjadi dan akhirnya mengarah pada kemunduran dari produk tersebut. Air yang dihasilkan ditranspirasikan dan jika tidak dikendalikan produk akan cepat menjadi layu. Sehingga laju respirasi sering digunakan sebagai indeks yang baik untuk menentukan masa simpan pascapanen produk segar (Rukmana, 1998). Berbagai produk mempunyai laju respirasi berbeda, umumnya tergantung pada struktur morfologi dan tingkat perkembangan jaringan bagian tanaman tersebut (Kays, 1991).
Secara umum, sel-sel muda yang tumbuh aktif cenderung mempunyai laju respirasi lebih tinggi dibandingkan dengan yang lebih tua atau sel-sel yang lebih dewasa. Laju respirasi menentukan potensi pasar dan masa simpan yang berkaitan erat dengan kehilangan air, kehilangan kenampakan yang baik, kehilangan nilai nutrisi dan berkurangnya nilai cita rasa. Masa simpan produk segar dapat diperpanjang dengan menempatkannya dalam lingkungan yang dapat memeperlambat laju respirasi dan transpirasi melalui penurunan suhu produk, mengurangi ketersediaan O2 atau meningkatkan konsentrasi CO2 , dan menjaga kelembaban nisbi yang mencukupi dari udara sekitar produk tersebut.
C6H12O6 + O2 -------------> CO2 + H2O + Energi + panas
Etilen merupakan hormon tanaman yang mempunyai efek merangsang proses kematangan buah, tetapi juga berpengaruh mempercepat terjadinya senesen pada sayur, bunga potong dantanaman hias lain. Etilen merupakan suatu gas yang disintesis oleh tanaman dan mempunyaipengaruh pada proses fisiologi. Penggunaan gas etilen pada tanaman mempunyai pengaruh yangsama dengan etilen dari tanaman. Pengaruh etilen merangsang pematangan pada buah klimakterik,dan membuat terjadinya puncak produksi etilen seperti pada buah non-klimakterik. Daya simpanbuah akan menurun dengan adanya pengaruh etilen. Pengaruh buruk etilen pada sayur umumnyaadalah mempercepat timbulnya gejala kerusakan seperti bercak-bercak coklat pada daun letus.Pengaruh etilen pada tanaman hias seperti terjadinya gugur pada daun, kuncup bunga, kelopakbunga, atau secara umum terjadi pada daerah sambungan atau sendi tanaman (abscission zone). Dalam klasifikasi komoditas hortikultura berdasarkan laju produksi etilen, buah strawberry termasuk katergori yang sangat rendah (Wills et al., 1988).
Tabel 2. Klasifikasi komoditi hortikultura berdasarkan laju produksi etilen.
Klasifikasi  laju produksi etilen
Jenis komoditi
Sangat rendah
Artichoke, asparagus, bunga kol, cherry, jeruk, delima, strawberry, sayuran daun, sayuran umbi, kentang, kebanyakan bunga potong.
Rendah
Blueberry, cranberry, mentimun, terung, nenas, pumpkin, raspberry, semangka.
Moderat
Pisang, jambu biji, melon, mangga, tomat.
Tinggi
Apel, apricot, alpukat, buah kiwi, nectarine, pepaya, peach, plum.
Sangat tinggi
Markisa, sapote, cherimoya, beberapa jenis apel.
Etilen merupakan hormon tanaman yang memiliki perngaruh cukup besar terhadap perubahan fisiologis buah, meskipun hanya dihasilkan tidak lebih dari 0,1 ppm. Pada berbagai jenis komoditas buah, jumlah ethilen yang dihasilkan tidaklah sama. Begitu juga pada bagian-bagian dari buah itu sendiri, antara ujung buah dengan bagian tengah buah misalnya, tidak sama dalam menghasilkan hormon etilen. Oleh karena itu, adanya produksi etilen ini sangat penting diperhatikan, karena jika tidak dikendalikan akan menyebakan kerusakan buah. Dalam kondisi tertentu, adanya etilen ini mampu meningkatkan suhu hingga 30OC serta mengurangi jumlah O2 sampai 8% dan atau meningkatkan CO2 hingga lebih dari 2% (Kader, 1985).
Padahal kita tahu bahwa komposisi perbandingan CO2 dan O2 pada ukuran tersebut akan berpengaruh langsung terhadap tingkat kecepatan respirasi, dimana batas maksimal kadar CO2 untuk menghambat respirasi ialah 2%. Begitu pula jumlah minimal O2 juga 2%. Hal ini dikarenakan jika CO2 berlebih dan O2 yang terlalu rendah (< 1%), maka akan menyebabkan physiological breakdown. Tanda paling mudah dikenali ialah terjadinya respirasi anaerob yang akan menghasilkan alkohol.
Gas etilen digunakan untuk mengendalikan pemasakan beberapa jenis buah. Teknik inicukup cepat dan memberikan pemasakan yang seragam sebelum dipasarkan. Buah yang umumdikendalikan pemasakannya dengan etilen adalah pisang, tomat, pear, dan pepaya. Buah non-klimakterik seperti anggur, jeruk, nenas, dan strawberry tidak dapat dimasakan dengan cara ini (Utama, 2001).
Transpirasi merupakan proses kehilangan air dari bagian tumbhan dalam bentuk uap melalui stomata, lentisel, trikhomata, luka dan retakan pada kutikula. Transpirasi juga terjadi pada buah yang sudah dipanen. Oleh karena itu lajunya harus ditekan sekecil mungkin terutama pada produk yang dikonsumsi dalam bentuk segar, misalnya pada buah strawberry. Transpirasi dipengaruhi oleh faktor dalam (produk) dan faktor lingkngan.
1.        Faktor produk
a.         Perbandingan antara luas permukaan dan volume
Semakin besar luas permukaan dibanding volume semakin cepat transpirasi.
b.        Pori-pori di permukaan produk
Semakin banyak pori dipermukaan produk, semakin cepat transpirasi. Hal tersebut karena transpirasi terjadi melalui prori-pori yang terdapat pada permukaan produk tersebut.
c.         Jenis produk
Kecepatan hilangnya air bervariasi menurut jenis produk. Produk yang memiliki banyak pori dan lapisan lilin tipis akan mengalami kehilangan air lebih besar dibandingkan dengan produk yang memiliki sedikit pori dan lapisan lilin tebal. 
2.      Faktor lingkungan
a.         Kelembaban udara di sekitar produk
Ruang udara terdapat di dalam semua bagian produk pasca panen sehingga air dan gas dapat masuk dan keluar pada semua bagian produk tersebut.  Udara tersebut  mengandung uap air yang berasal dari aliran air dalam produk dan dari respirasi.  Uap air di dalam produk pasca panen  mengembangkan tekanan yang menyebabkan uap air tertekan keluar melawati pori-pori pada permukaan produk yang berhubungan dengan udara luar. Kecepatan hilangnya air dari produk pasca panen tersebut bergantung pada perbedaan antara tekanan uap air di dalam ruang-ruang yang ada di dalam produk dan tekanan uap air yang ada  pada udara di luarnya. Semakin tinggi perbedaan tekanan uap air akan semakin tinggi pula transpirasi. Udara yang lebih lembab memiliki tekanan uap air yang lebih tinggi dibanding udara yang kurang lembab. Sehingga udara yang lembab memiliki tekanan uap air yang lebih tinggi dibanding udara yang kering. Semakin kering udara (semakin rendah kelembaban udara) di sekitar produk akan menyebabkan semakin cepat transpirasi. Oleh karena itu, untuk menjaga agar kehilangan air sekecil mungkin, maka produk pasca panen diletakan di tempat yang udaranya lembab (kelembaban udara tinggi).
b.        Pergerakan udara yang melawati produk (angin)
Semakin cepat udara bergerak melewati produk segar semakin cepat air hilang dari produk. 
c.       Suhu
Peningkatan suhu di sekitar produk akan menyebabkan perubahan air menjadi gas. Oleh karena itu peningkatan suhu akan mempercepat terjadinya transpirasi.
d.      Cahaya
Cahaya mempengaruhi transpirasi secara tidak langsung yaitu melalui kenaikan suhu. Produk yang terkena cahaya, misalnya cahaya matahari, akan mengalami kenaikan suhu. Selanjutnya kenaikan suhu pada produk dan udara disekitarnya akan menaikan laju transpirasi
Kehilangan air merupakan penyebab utama dari kerusakan hasil pertanian yang akan menyebabkan penurunan kesegaran hasil pertanian. Kehilangan air dapat menyebabkan penyusutan secara kualitas dan kuantitas hasil pertanian (kekerutan, pelunakan, hilangnya kerenyahan dan susut bobot).

2.      Mutu Produk Pasca Panen Buah Strawberry
Buah biasanya dikelompokkan berdasarkan pada mutu, baik dari segi varietas, warna, ukuran dan bentuk buah. Terdapat 3 kelas kualitas buah (Bappenas, 2001) yaitu:
1)      Kelas Ekstra:
a.     buah berukuran 20-30 mm atau tergantung spesies
b.    warna dan kematangan buah seragam.
2)      Kelas I:
a.       buah berukuran 15-25 mm atau tergantung spesies
b.      bentuk dan warna buah bervariasi.
3)      Kelas II:
a.     tidak ada batasan ukuran buah
b.    sisa seleksi kelas ekstra dan kelas I yang masih dalam keadaan baik.
Berdasarkan ukurannya, strawberry diklasifikasikan menjadi 4 kelas, yaitu (Bappenas, 2001):
1.        Kelas AA: > 20 gram/buah
2.        Kelas A : 11-20 gram/buah
3.        Kelas B : 7-12 gram/buah
4.        Kelas C1 : 7-8 gram/buah
Kualitas strawberry ditentukan oleh rasa (manis, agak asam dan asam), kemulusan kulit dan luka mekanis akibat benturan atau hama-penyakit. Kekerasan buah adalah salah satu faktor penentu kualitas buah. Miner et al. (1997) menyatakan bahwa pemberian pupuk yang berlebih dapat mengurangi kekerasan buah strawberry. Miner et al. (1997) juga menyatakan bahwa pemberian pupuk yang berlebih dapat mengurangi kekerasan buah strawberry varietas Chandler. Konsentrasi hara dan frekuensi irigasi yang diujikan tidak cukup mempengaruhi nilai kekerasan buah.
Rasa adalah salah satu komponen kualitas yang penting bagi konsumen. Untuk buah strawberry, rasa yang baik adalah manis dengan sedikit asam. Rasa manis dan asam pada strawberry ditentukan oleh rasio PTT/ATT. Kandungan PTT buah menunjukkan kandungan sukrosa yang terkandung dalam sari buah. Moing dan Renaud (2001) menyatakan bahwa selain sukrosa, terdapat dua komponen gula utama lain pada buah strawberry yaitu glukosa dan fruktosa. Kandungan ketiga gula utama ini meningkat seiring dengan fase perkembangan buah. Menurut Wang dan Champ (2000). Kandungan PTT buah dipengaruhi oleh kultivar dan lingkungan tumbuh seperti suhu, cahaya, ketersediaan air dan nutrisi tanaman. ATT adalah banyaknya asam pada buah yang dapat dititrasi sebagai asam sitrat, malat atau tatrat tergantung pada jenis asam organik dominan yang terkandung pada buah (Kader, 1992). Lebih lanjut Wang dan Camp (2000) menyatakan asam sitrat adalah asam yang paling dominan pada buah strawberry.

3.      Perubahan Fisik dan Kimia Produk Strawberry Pasca Panen
Mutu buah berangsur-angsur turun sejalan dengan transpirasi, respirasi, dan perubahan fisik serta biokimia lain yang terjadi. Akan terjadi perubahan fisik pasca panen buah strawberry, antara lain:
a.       Perubahan tekstur
Menurut Apandi (1984) perubahan tekstur yang terjadi pada buah yaitu dari keras menjadi lunak sebagai akibat terjadinya proses kelayuan (keriput) akibat respirasi dan transpirasi. Proses kelayuan ini akan diikuti oleh proses senescence. Perubahan tekstur yang terjadi pada buah strawberry juga karena aktivitas enzim pektolitik yang berperan penting dalam kualitas jaringan tanaman (Tawali dkk., 2004).
b.      Susut berat
Buah strawberry setiap harinya mengalami penurunan bobot yang disebabkan adanya proses respirasi dan transpirasi.
c.       Kadar air
Kehilangan air dari produk secara potensial terjadi melalui bukaan-bukaan alami ini. Laju transpirasi atau kehilangan air dipengaruhi oleh faktor-faktor internal (karakteristik morfologi dan anatomi, nisbah luas permukaan dan volume, pelukaan pada permukaan dan stadia kematangan), dan faktor eksternal atau faktor-faktor lingkungan (suhu, kelembaban, aliran udara dan tekanan atmosfer).  Pada permukaan produk terdapat jaringan yang mengandung lilin yang dinamakan cuticle yang dapat berperan sebagai barier penguapan air berlebihan.
Selain perubahan fisik, buah strawberry setelah dipanen juga aan mengalami perubahan kimia. Perubahan kimia yang terjadi antara lain :
a.       Kandungan vitamin C
Vitamin C merupakan fresh food vitamin karena sumber utamanya adalah buah-buahan dan sayuran segar seperti jeruk, brokoli, brussel sprout, kubis, lobak dan strawberry. Selama penyimpanan kandungan vitamin C buah strawberry mengalami peningkatan setiap harinya. Peningkatan kandungan vitamin C disebabkan terjadinya proses biosintesis vitamin C dari glukosa yang terdapat pada buah (Googman, 1996 dalam Kartika, 2012).
b.      Kandungan Padatan Terlarut (KPT)
Menurut Winarno (2002) saat kandungan pati menurun maka kandungan sukrosa akan naik, dan sukrosa yang terbentuk akan dipecah lagi menjadi fruktosa dan glukosa. Glukosa yang terbentuk akan digunakan sebagian untuk proses pernapasan (respirasi). Peningkatan nilai KPT beriringan dengan proses pematangan buah hal ini sesuai dengan pernyataan Pujimulyani (2012), yang menyatakan buah yang mengalami pematangan maka zat padat terlarutnya akan meningkat. Peningkatan ini akan semakin tajam jika terjadi transpirasi yang sangat cepat.
c.       pH
Penurunan nilai pH diduga berkaitan dengan aktivitas mikroba yang menghasilkan asam. Selain itu, perubahan nilai pH juga dipengaruhi oleh lama penyimpanan, reaksi enzimatis, dan perubahan mikrobia.

4.      Kerusakan Produk Pasca Panen
Seperti yang kita tahu kerusakan produk pasca panen dapat disebabkan karena 3 hal yaitu :
a.       Penyimpanan yang tidak tepat
Buah dikemas di dalam wadah plastik transparan atau putih kapasitas 0,25-0,5 kg dan ditutup dengan plastik lembar polietilen. Penyimpanan dilakukan di rak dalam lemari pendingin 0-1 derajat C. Buah strawberry segar disajikan dalam bentuk lepasan, dibungkus bahan kertas, jaring plastik atau bahan laian yang sesuai, lalu dikemas dengan keranjang bambu atau kotak karton/kayu/bahan lain yang sesuai dengan atau tanpa penyangga, dengan berat bersih maksimum 10 kg. Jika kurang tepat dalam melakukan pengemasan dan penyimpanan maka akan menyebabkan kerusakan produk pasca panen strawberry (Susanto, 2010).
b.      Respirasi dan transpirasi yang tinggi
Buah matang sudah agak kenyal dan agak empuk. Kulit buah didominasi warna merah, hijau kemerahan hingga kuning kemerahan (Susanto, 2010). Saat buah matang respirasi dan transpirasi tinggi sehingga menyebabkan buah mudah rusak.
c.       Rentan terhadap hama dan penyakit
Buah matang menjadi rentan terhadap hama dan penyakit serta virus. Misalnya Kutu putih (Pseudococcus sp.) yang membuat bagian tanaman terserang termasuk buah menjadi tidak normal, penyakit  Kapang kelabu (Botrytis cinerea) yang membuat bagian buah membusuk dan berwarna coklat lalu mengering, Busuk buah matang (Colletotrichum fragariae Brooks) dimana buah yang masak menjadi kebasah-basahan berwarna coklat muda dan buah dipenuhi massa spora berwarna merah jambu dan lainnya (Susanto, 2010).
5.      Teknologi Pasca Panen
Setiap produk memerlukan penanganan pasca panen yang berbeda-beda, begitu juga dengan penangan pasca paen pada buah strawberry. Menurut Pantastico (1989), edible coating adalah salah satu metode yang digunakan untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan mutu buah-buah yang disimpan pada suhu ruang. Pemberian lapisan diharapkan dapat memperlambat penurunan kekerasan, susut bobot, KPT, vitami C, dan total asam.
Syarat bahan yang digunakan untuk pelapisan yaitu mampu menahan permeabilitas oksigen dan uap air, tidak berwarna, tidak berbahaya jika dikonsumsi dan tidak menyebabkan perubahan pada sifat makanan (Pujimulyani, 2012). Pembuatan larutan edible dilakukan dengan mencampurkan karagenan dan gliserol pada aquades yang bersuhu ±80ÚC. Larutan diaduk hingga merata sampai suhu turun menjadi ±30ÚC lalu buah strawberry dicelupkan kedalam larutan selama ±1menit. Kemudian diangkat dan dikipas agar larutan yang menempel pada buah kering dan disimpan pada suhu ruang. Pemberian edible coating mampu memperlambat perubahan tingkat kekerasan, susut bobot, kandungan padatan terlarut, vitamin C, dan total asam buah strawberry selama penyimpanan.
Selain itu, dapat juga menggunakan teknik lain untuk pengawetan. Salah satu alternatif pengawetan pangan adalah dengan teknik iradiasi. Iradiasi yang umum digunakan dalam pengawetan pangan adalah menggunakan sinar ultraviolet. Proses ini bertujuan untuk mengurangi penurunan mutu akibat pembusukan dan kerusakan, serta membunuh mikroba. Radiasi dapat menghambat pertumbuhan bakteri, kapang, dan khamir (Hermana, 1991).
Penggunaan bahan kimia pada produk hortikultura diminimalisir untuk menjamin keamanan konsumsi dari produk tersebut. Oleh karena itu perlu dicari metode untuk memperpanjang umur simpan tanpa meninggalkan residu kimia pada produk hortikultura tersebut. Penyinaran sinar ultraviolet merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk memperpanjang umur simpan produk selain dari teknik pendinginan menggunakan mesin. Bahan yang digunakan adalah buah strawberry segar yang telah disortir sesuai dengan kriteria Grade A (ukuran lebih dari 4 cm, dan tingkat kematangan seragam). Kemudian buah strawberry disinari dengan sinar UV-C 15 watt di dalam Laminar Flow Cabinet (H.S. O79S) sesuai dengan perlakuan 0 menit, 5 menit, 10 menit dan 15 menit di laboratorium. Setelah disinari buah dikemas sesuai dengan perlakuan tanpa dikemas, dikemas dengan wadah styrofoam yang dibungkus dengan plastik  pembungkus Cling Wrap (30m x 30cm) dan kemasan kantung plastik polyethylene (0,08mm x 15cm x 25cm) di vakum dengan menggunakan mesin vacuum packer Henkelman 200A, untuk kemasan vakum di laboratorium. Bahan kimia yang digunakan adalah indikator Phenolptalein 1%, NaOH 0,01 N, larutan amylum 1% , larutan iodine 0,01 N, dan aquades. Alat yang digunakan adalah T8, timbangan digital (AND GF-6100), hand refractometer (Atago ATC IE), fruit firmness tester (BS 61 II), luxmeter, termometer celcius skala 0-100oC, Munsell Color Charts, blender, perangkat gelas, dan alat tulis. Variabel pengamatan yang diamati adalah Mutu Visual Buah, Persentase Susut Berat, Warna Buah, Kekerasan Buah, Padatan Terlarut Total (PTT), Asam Tertitrasi (AT), KadarVitamin C, Uji Organoleptik (Rasa,Penampilan,Aroma). Hasil penelitian didapatkan yaitu lama penyinaran UV-C tidak berpengaruh terhadap umur simpan buah strawberry.  Kemasan vakum mampu menghambat proses pematangan buah strawberry sehingga umur simpan buah menjadi lebih panjang, walaupun tidak berbeda nyata dengan kemasan styrofoam.
Pengawetan atau peningkatan daya simpan buah dapat juga dilakukan degan melakukan ppembungkusan atau coating. Kitosan adalah salah satu bahan yang bisa digunakan untuk coating buah, yang merupakan polisakarida berasal dari limbah kulit udang-udangan (Crustaceae, kepiting dan Kepiting / Crab). Kitosan mempunyai potensi yang cukup baik sebagai pelapis buah-buahan, misalnya pada tomat (Ghaouth dkk., 1991) dan leci (Dong dkk, 2003). Sifat lain kitosan adalah dapat menginduksi enzim chitinase pada jaringan tanaman. Enzim ini dapat mendegradasi kitin, yang menjadi penyusun utama dinding sel fungi, sehingga dapat digunakan sebagai fungisida (Ghaouth dkk., 1991). Beberapa penelitian lain sehubungan dengan pelapisan buah (coating) strawberry menggunakan kitosan sudah dilakukan antara lain oleh Sapers, 1992, mengamati bahwa dengan penambahan 200 ppm- 1000ppm kerusakan strawberry dapat dihambat. Ghaouth (1992) mengamati mikroba yang terdapat pada coating strawberry dengan kitosan dengan penambahan karboksimetil kitosan, namun penambahan karboksimetil kitosan yang semakin lama semakin mengering akan mempercepat kematangan strawberry bagian dalam, produksi jadi lebih mahal dan tidak aman dikonsumsi tubuh.
6.      Penanganan Pasca Panen
Buah stroberi termasuk komoditas ringkih, sehingga pada saat pasca panen diperlukan cara penanganan yang memadai untuk mempertahankan kualitas, daya simpan, dan daya gunanya. Penanganan pasca panen adalah tahap-tahap kegiatan usaha tani sejak pemanenan hingga siap dipasarkan atau dikonsumsi. Kegiatan pokok penanganan pasca panen buah stroberi yang bertujuan untuk konsumsi segar adalah sebagai berikut:
a.      Pengumpulan Hasil
Tampung buah stroberi dalam suatu wadah secara hati-hati agar buah tidak memar, kemudian kumpulkanlah di tempat yang strategis dekat kebun.
b.      Pengangkutan dan Pencucian
1)      Angkut hasil panen dari kebun ke bangsal (penampungan) hasil, selanjutnya hamparkan buah hasil panen tersebut di atas lantai yang beralas terpal atau plastik
2)      Cuci buah stroberi dengan air mengalir sampai bersih, kemudia tiriskan di atas rak-rak penyimpanan
c.       Sortasi dan Klasifikasi
1)      Pisahkan antara buah stroberi yang baik dengan buah stroberi abnormal, rusak atau memar
2)      Klasifikasikan buah stroberi tersebut berdasarkan pada varietasnya, warna, ukuran, dan bentuk buah. Di pasaran terdapat tiga kelas kualitas buah stroberi seperti yang telah disajikan pada tabel 2.1.
Tabel 2.1. Klasifikasi kualitas buah stroberi
No
Kualitas Buah
Karakteristik
1.
Kelas Ekstra
a.       buah berukuran 20-30 mm atau tergantung spesies
b.      warna dan kematangan buah seragam.
2
Kelas I
a.       buah berukuran 15-25 mm atau tergantung spesies
b.      bentuk dan warna buah bervariasi.
3
Kelas II
a.      tidak ada batasan ukuran buah
b.      sisa seleksi kelas ekstra dan kelas I yang masih dalam keadaan baik.
Persyaratan umum : Buah utuh, sehat, bebas dari hama atau   penyakit, partikel tanah, pestisida serta kotoran lainnya

d.      Pengemasan
Kegiatan-kegiatan pokok pengemasan meliputi hal-hal sebagai berikut:
1)      Siapkan kotak plastik bening (trasparan) berkapasitas ¼ - 1kg, tergantung dari permintaan pasar
2)      Masukkan buah stroberi yang telah dipanen tersebut secara berhati-hati ke dalam kotak plastik hingga penuh
3)      Tutup permukaan kotak plastik berisi buah stroberi dengan lembar plastik polietilene
4)      Pasang label serta etiket yang dapat menarik perhatian konsumen
e.       Pengepakan dan Pengangkutan
Tata cara pengepakan dan pengangkutan buah stroberi yang telah dikemas adalah sebagai berikut:
1)      Masukkan kemasan buah stroberi tadi ke dalam dos karton atau keranjang secara bersusun, selanjutnya ditata satu per satu dalam mobil angkutan
2)      Angkut buah stroberi yang telah ditata dalam dos kartun ke tempat-tempat penjualan (pemasaran)
f.       Penyimpanan
1)      Bongkar semua wadah (kemasan) buah stroberi dari dalam mobil angkutan
2)      Simpan kemasan buah stroberi tersebut pada rak-rak penyimpanan atau lemari pendingin bersuhu antara 0°-1°C
g.      Pengolahan
Tujuan dari pengolahan buah stroberi adalah untuk meningkatkan keawetan bahan sehingga layak dikonsumsi. Selain itu, pengolahan buah stroberi dapat meningkatkan nilai tambah serta berperan dalam penganekaragaman bahan pangan.
Pengolahan buah stroberi dapat dilakukan secara sederhana pada skala industri rumah tangga penduduk, akan tetapi dapat pula diproduksi dalam skala industri. Aneka produk olahan buah stroberi antara lain jam, jelly, dodol, juice, manisan, sari buah, eskrim, salad buah, stroberi dalam kuah, dan aneka produk olahan lainnya. Berikut ini dibahas beberapa teknik pengolahan buah stroberi.
1)      Jam Stroberi
a)      Persiapan Alat dan Bahan
·   Siapkan alat dan bahan terdiri atas kompor, pisau stainless, penggilingan, panci, jam pot, kertas selopan, serta sarana penunjang lainnya
·   Siapkan bahan terdiri atas buah stroberi yang sudah masak, gula pasir dan citroen zuur
b)      Cara Membuat
·   Cuci buah stroberi hingga bersih, kemudian tiriskan
·   Giling atau hancurkan buah stroberi hingga halus, lalu saring air (sari) buah sambil ditampung dalam wadah
·   Timbang sari buah stroberi. Tiap kilogram sari buah dibutuhkan gula pasir ¾ kg dan citroen zuur 3-5gram
·   Panaskan sari buah stroberi tersebut sampai mendidik, selanjutnya masukkan gula pasir sedikit demi sedikit sambil ditambahkan citroen zuur
·   Masukkan sari buah yang  telah dicampur gula pasir dan citroen zuur tadi ke botol atau jam pot sampai bagian lehernya, lalu tutup rapat dan lapisi kertas selopan
·   Pasteurisasi botol berisi jam stroberi tadi dengan cara dikukus selama 30 menit
·   Angkat dan dinginkan botol jam di atas meja dialasi piring, kemudian lap bagian luarnya hingga bersih
·   Pasang label atau etiket pada botol jam
·   Simpan jam stroberi di tempat yang dingin atau dihidangkan
2)      Sirup Stroberi
a)      Persiapan Alat dan Bahan
·   Siapkan alat dan bahan terdiri atas kompor, penggilingan, saringan, botol, dan sarana penunjang lainnya
·   Siapkan bahan-bahan meliputi buah stroberi ½ kg, air ¼ liter, gula pasir ½ kg, citroen zuur 10 gram, vanili 5 cc dan putih telur ayam 1 butir
b)      Cara Membuat
·   Giling buah stroberi hingga hancur
·   Remas-remas hancuran buah stroberi dengan ¼ liter air, selanjutnya saring air (sari) menggunakan saringan bersih
·   Campurkan sari buah stroberi dengan gula pasir dan citroen zuur, selanjutnya panaskan atau masak hingga campuran tersebut tampak melarut secara homogen
·   Masukkan vanili dan putih telur ke dalam sirup buah stroberi tadi sambil diaduk-aduk
·   Angkat dari perapian, kemudian saring dengan kain saringan tipis sambil dimasukkan ke dalam botol
·   Simpan atau hidangkan sirup stroberi sebagai minuman yang menyegarkan dan mempunyai ciri rasa yang khas

d.       
                                                                                                                                                     III.     PENUTUP
A.      Kesimpulan
Terdapat 7 kegiatan penanganan pasca panen pada buah strawberry, yaitu:
1.      Pengumpulan hasil
2.      Pengangkutan dan pencucian
3.      Sortasi dan klasifikasi
4.      Pengemasan
5.      Pengepakan dan pengangkutan
6.      Penyimpanan
7.      Pengolahan

B.       Saran
Sebaiknya dilakukan penanganan pasca panen yang tepat untuk penanganan buah strawberry sehingga dapat meningkatkan daya simpan serta tidak menurunkan mutu produk.


DAFTAR PUSTAKA
Ahyani, Sakinah Dahlan, Lutfi Musthofa, dan Hendrawan, Yusuf. 2014. Uji Karakteristik Fisik dan Kimia pada Buah Stroberi (Fragaria L) dengan Pembekuan Cepat Menggunakan Metode Pencelupan pada Nitrogen Cair. Jurnal Bioproses Komoditas Tropis Vol. 2 No. 2 : 131-139.

Bappenas. 2001. Tentang Budidaya Pertanian Strawberry ( Fragaria chiloensis L. / F. vesca L. ). http://warintek.ristekdikti.go.id/pertanian/strawberry.pdf. Diakses pada 30 Oktober 2016 pukul 15.09 WIB.

Calvin, C.L. and D.M. Knutson, 1983. Modern Home Gardening. John Wiley and Sons. New York. CRC press. USA

Hartmann, H.T. ; W.J. Flocker and A.M. Kofranek, 1981. Plant Science Growth, Development and Utilization of Cultivated Plants. Prentice-hall Inc. New Jersey.

Hui, Y.H.2006. Handbook of Food Science, Technology, and Engineering Vol 1.

Kader, A.A. 1992. Postharvest biology and technology : An Overview. p. 15-20. In A.A. Kader (ed.). Postharvest Biology and Technology of Horticultural Crops. Univ. California. California. 192 p.

Miner, G.S., E.B. Poling, D.E. Carol, L.A. Nelson. 1997. Influence of fall nitrogen and spring nitrogen-potassium applications on yield and fruit quality of ’Chandler’ strawberry. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 122(20):290-295.

Moing, A., C. Renaud. 2001. Biochemical changes during fruit development of four strawberry cultivars. J. Amer. Hort. Sci.126 (4):394-403.

Nopita, Rita Sari, Dian Dwi Novita, Sugianti Cicih. 2015. Pengaruh Konsentrasi Tepung Karagenan dan Gliserol Sebagai Edible Coating Terhadap Perubahan Mutu Buah Stroberi (Fragaria X Ananassa) Selama Penyimpanan. Jurnal Teknik Pertanian Lampung Vol. 4, No. 4: 305-314.

Pahlevi, Reza Nasution, Trisnowati, Sri , Tarwaca, Eka Susila Putra. 2013. Pengaruh Lama Penyinaran Ultraviolet-C dan Cara Pengemasan Terhadap Mutu Buah Stroberi (Fragaria X Ananassa Duchesne) Selama Penyimpanan. Vegetalika Vol.2 No.2, 2013 : 87-99.

Pantastico, E.B. 1986. Faktor-faktor pra panen yang mempengaruhi mutu dan fisiologi pasca panen. hal 39-64. In E.B. Pantastico (eds.). Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub Tropika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Rukmana, Ir.H. Rahmat. 1998. Stroberi, Budi Daya dan Pascapanen. Kanisius. Yogayakarta.

Susanto, dkk. 2010. Produksi dan Kualitas Buah Strawberry pada Beberapa Sistem Irigasi. J. Horti. Indonesia. Vol.1, No.1 :1-9.

Wang, S.Y., M.J. Camp. 2000. Temperature after bloom affect plant growth and fruit quality of strawberry. Scientia Horticulturae. 85:183-199.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan kalo mau ngasih masukan di kolom komentar yak😀