TUGAS
TERSTRUKTUR
TEKNOLOGI
PASCA PANEN
PASCA
PANEN BUAH STRAWBERRY
Oleh:
1. Ina Setiowati (A1L014169)
2. Dea Lukitasari (A1L014183)
3. Rifqa Annisa (A1L014185)
4. Prisma Nurul Ilmiyati (A1L014193)
KEMENTERIAN RISET,
TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2016
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kegiatan pasca panen
bertujuan mempertahankan mutu produk segar agar tetap prima sampai ke tangan
konsumen, menekan losses atau kehilangan karena penyusutan dan
kerusakan, memperpanjang daya simpan dan meningkatkan nilai ekonomis hasil
pertanian. Penanganan pasca panen yang baik dan benar pada hasil pertanian
merupakan salah satu mata rantai dalam pencapaian standar mutu yang ditetapkan
secara nasional dalam Standar Nasional Indonesia (SNI). Buah merupaka salah
satu produk pertanian yang dikonsumsi dalam bentuk segas sehingga membutuhkan
penanganan pasaca panen untuk menjaga kondisinya agar tetap prima hingga sampai
di tangan konsumen.
Buah merupakan salah
satu hasil pertanian yang banyak diminati oleh konsumen, seperti halnya
strawberry yang memiliki kandungan gizi tinggi dan banyak manfaat lainnya. Strawberry
merupakan salah satu komoditas buah yang terpenting di dunia, terutama untuk negara-negara
beriklim subtropis. Permintaan dunia akan buah strowberry terus meningkat tiap
tahunnya. Daya serap pasar (konsumen) yang semakin tinggi, hal ini berarti
agribisnis strawberry mempunyai prospek cerah.
Perkembangan komoditas
buah-buahan di Indonesia berjalan cukup pesat, ditambah dengan introduksi
buah-buahan subtropik dari luar negeri yang ternyata dapat tumbuh dan
berproduksi dengan baik dalam kondisi iklim seperti di Indonesia. Salah satu
buah subtropik yang telah lama dibudidayakan di Indonesia adalah strawberry. Buah
ini merupakan salah satu komoditas yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan
bangsa pasar yang baik, dengan jumlah produksi untuk tingkat dunia sebesar
3.198.689 ton setiap tahunnya (Hui, 2006).
Pengembangan budidaya
strawberry di negara-negara yang beriklim subtropis dijadikan sebagai salah
satu sumber devisa. Pola dan sistem pengembangan budi daya strawberry telah
dipadukan dengan sektor pariwisata, yaitu menciptakan “kebun agrowisata”.
Misalnya, di Eropa kebun agrowisata strawberry telah terdapat di berbagai
negara. Di Belanda, pusat kebun agrowisata strawberry terletak di kawasan
Kennermerland (Zuid Holland), Bommlerwaard (Westland) dan Noord Brabant. Di
Belgia agrowisata strawberry dapat disaksikan di Duffel, Lint, Hoogstraten,
Schepdaal, Borgloon dan di sepanjang sungai Maas di Wepion.
Budidaya strawberry
pada mulanya didominasi daerah atau negara beriklim subtropis, akan tetapi
seiring perkembangan ilmu dan teknologi pertanian yang semakin maju, kini
stroberry mendapat perhatian pengembangannya di daerah beriklim tropis.
Penanaman strawberry di Indonesia sudah lama dirintis sejak zaman kolonialisasi
Belanda, akan tetapi pengembangannya masih dalam skala kecil. Walau strawberry
bukan merupakan tanaman asli Indonesia, namun pengembangan komoditas ini yang
berpola agribisnis dan agroindustri dapat dikategorikan sebagai salah satu
sumber pendapatan baru dalam sektor pertanian. Fakta ini didasari dengan
banyaknya penggemar buah strawberry, baik konsumsi dalam keadaan segar maupun
buah yang telah diolah menjadi berbagai macam makanan atau minuman. Aneka macam
produk olahan buah strawberry adalah sebagai berikut : dibuat dodol, selai,
sirup, jam, juice, jelly, manisan, es krim, salad buah, strawberry pada kue,
dan lain sebagainya.
Warna strawberry yang
merah menyala, segar, aromanya yang khas, dan harganya yang relatif mahal
membuat strawberry menjadi buah elit yang cukup digemari. Masalah utama
strawberry adalah sifatnya yang mudah rusak oleh pengaruh mekanis dan memiliki
umur simpan yang singkat. Strawberry memiliki kadar air yang tinggi sehingga
mudah busuk akibat aktivitas enzim atau mikroorganisme. Oleh karena itu,
strawberry memerlukan adanya penanganan pasca panen yang tepat agar daya
simpannya lebih lama.
B.
Rumusan
Masalah
Hal-hal yang menjadi rumusan
masalah dalam penulisan makalah ini antara lain:
1. Apasajakah
dan bagaimana metaboisme pasca panen yang terjadi pada buah strawberry?
2. Bagaimanakah
mutu produk serta perubahan-perubahan yang terjadi pada buah Strawberry setelah
dipanen?
3. Bagaimanakah
penerapan teknologi pasca panen dalam penangana buah strawberry?
C. Tujuan
Tujuan
dari penulisan makalah ini, yaitu:
1. Mengetahui metaboisme pasca panen yang terjadi
pada buah strawberry
2. Mengetahui mutu produk serta perubahan-perubahan yang
terjadi pada buah Strawberry setelah dipanen
3. Mengetahui
penerapan teknologi pasca panen dalam penanganan buah strawberry
II. ISI
A. SEJARAH BUAH STRAWBERRY
Strawberry yang juga
dikenal dengan nama arbei, dari bahasa Belanda aardbei, adalah sebuah genus tumbuhan
dalam keluarga Rosaceae. Nama strawberry berasal dari bahasa Inggris kuno
streawberige yang merupakan gabungan dari streaw atau "straw" dan
berige atau "berry". Alasan pemberian nama ini masih tidak jelas.
Tanaman strawberry
berasal dari benua Amerika. Nikolai Ivanovich Vavilov, seorang ahli botani yang
berasal dari Uni Soviet, pada tahun 1887-1942 telah melakukan ekspedisi ke
Asia, Arika, Eropa dan Amerika, beliau berkesimpulan bahwa tanaman strawberry
berasal dari daerah Chili. Jenis atau spesies strawberry yang pertama kali
ditemukan di Chili adalah Fragaria
chiloensis (L.) Duchesne atau disbeut strawberry Chili (Rukmana,1998).
Kebanyakan strawberry
yang tumbuh didunia merupakan varietas liar. Strawberry yang biasa
dibudidayakan hanya dua spesies yaitu F.chiloensis
(L.) Duch, yang berasal dari Amerika Utara dan Selatan, dan F. virginiana Duch, berasal dari
Atlantik dan Pegunungan Rocky di Amerika Utara (Hartmann et all,
1981).
Tanaman strawberry
telah dikenal sejak zaman Romawi. Strawberry yang dibudiayakan saat ini disebut
sebagai strawberry modern dengan nama ilmiah Fragaria x ananassa var duchesne, yang merupakan hasil persilangan
dari F. virginiana L. var. duschene (dari
Amerika Utara) dengan F. chiloensis
L. varietas duschene dari Chili. Persilangan ini dilakukan pada tahun 1750 (Calvin and Knutson,
1983).
B. PASCA PANEN STRAWBERRY
1.
Respirasi, Gas Etilen dan Transpirasi
Secara
fisiologis bagian tanaman yang dipanen dan dimanfaatkan untuk konsumsi segar
adalah masih hidup, dicirikan dengan adanya aktivitas metabolisme yang
dinamakan respirasi. Buah strawberry dalam kelas respirasi termasuk pada kelas
yang tinggi laju respirasinya. Respirasi berlangsung untuk memperoleh energi
untuk aktivitas hidupnya. Dalam proses respirasi ini, bahan tanaman terutama
kompleks karbohidrat dirombak menjadi bentuk karbohidrat yang paling sederhana
(gula) selanjutnya dioksidasi untuk menghasilkan energi. Hasil sampingan dari
respirasi ini adalah CO2, uap air dan panas (Gunawan, 1996).
Tabel
1. Kelas respirasi dari beberapa produk pertanian pasca panen pada suhu 5oC.
Kelas respirasi
|
Komoditi
|
Sangat rendah
|
Biji-bijian, kurma,
buah kering dan beberapa sayuran
|
Rendah
|
Apel, jeruk, anggur,
kiwi, bawang putih dan merah, kentang yang telah matang dan ketela rambat.
|
Moderat
|
Aprikot, pisang,
cherry, peach, nectarine, kol, wortel, selada, tomat. kentang.
|
Tinggi
|
Strawberry,
bunga kol, lima bean, apokat.
|
Sangat tinggi
|
Artichoke, snap bean,
green onion, brussel sprout, cut flower.
|
Terlalu tinggi
|
Asparagus, brokoli,
jamur pangan, pea, spinach, jagung manis.
|
Semakin tinggi laju
respirasi maka semakin cepat pula perombakan-perombakan yang terjadi dan
akhirnya mengarah pada kemunduran dari produk tersebut. Air yang dihasilkan
ditranspirasikan dan jika tidak dikendalikan produk akan cepat menjadi layu.
Sehingga laju respirasi sering digunakan sebagai indeks yang baik untuk
menentukan masa simpan pascapanen produk segar (Rukmana, 1998). Berbagai produk mempunyai laju respirasi berbeda,
umumnya tergantung pada struktur morfologi dan tingkat perkembangan jaringan
bagian tanaman tersebut (Kays, 1991).
Secara
umum, sel-sel muda yang tumbuh aktif cenderung mempunyai laju respirasi lebih
tinggi dibandingkan dengan yang lebih tua atau sel-sel yang lebih dewasa. Laju
respirasi menentukan potensi pasar dan masa simpan yang berkaitan erat dengan
kehilangan air, kehilangan kenampakan yang baik, kehilangan nilai nutrisi dan berkurangnya
nilai cita rasa. Masa simpan produk segar dapat diperpanjang dengan
menempatkannya dalam lingkungan yang dapat memeperlambat laju respirasi dan
transpirasi melalui penurunan suhu produk, mengurangi ketersediaan O2 atau
meningkatkan konsentrasi CO2 , dan menjaga kelembaban nisbi yang mencukupi dari
udara sekitar produk tersebut.
C6H12O6 + O2
-------------> CO2 + H2O + Energi + panas
Etilen
merupakan hormon tanaman yang mempunyai efek merangsang proses kematangan buah,
tetapi juga berpengaruh mempercepat terjadinya senesen pada sayur, bunga potong
dantanaman hias lain. Etilen merupakan suatu gas yang disintesis oleh tanaman
dan mempunyaipengaruh pada proses fisiologi. Penggunaan gas etilen pada tanaman
mempunyai pengaruh yangsama dengan etilen dari tanaman. Pengaruh etilen
merangsang pematangan pada buah klimakterik,dan membuat terjadinya puncak
produksi etilen seperti pada buah non-klimakterik. Daya simpanbuah akan menurun
dengan adanya pengaruh etilen. Pengaruh buruk etilen pada sayur umumnyaadalah
mempercepat timbulnya gejala kerusakan seperti bercak-bercak coklat pada daun
letus.Pengaruh etilen pada tanaman hias seperti terjadinya gugur pada daun,
kuncup bunga, kelopakbunga, atau secara umum terjadi pada daerah sambungan atau
sendi tanaman (abscission zone). Dalam klasifikasi komoditas hortikultura
berdasarkan laju produksi etilen, buah strawberry termasuk katergori yang
sangat rendah (Wills et al., 1988).
Tabel 2.
Klasifikasi komoditi hortikultura berdasarkan laju produksi etilen.
Klasifikasi laju
produksi etilen
|
Jenis komoditi
|
Sangat
rendah
|
Artichoke,
asparagus, bunga kol, cherry, jeruk, delima, strawberry, sayuran daun,
sayuran umbi, kentang, kebanyakan bunga potong.
|
Rendah
|
Blueberry, cranberry,
mentimun, terung, nenas, pumpkin, raspberry, semangka.
|
Moderat
|
Pisang, jambu biji,
melon, mangga, tomat.
|
Tinggi
|
Apel, apricot,
alpukat, buah kiwi, nectarine, pepaya, peach, plum.
|
Sangat tinggi
|
Markisa, sapote,
cherimoya, beberapa jenis apel.
|
Etilen merupakan hormon
tanaman yang memiliki perngaruh cukup besar terhadap perubahan fisiologis buah,
meskipun hanya dihasilkan tidak lebih dari 0,1 ppm. Pada berbagai jenis
komoditas buah, jumlah ethilen yang dihasilkan tidaklah sama. Begitu juga pada
bagian-bagian dari buah itu sendiri, antara ujung buah dengan bagian tengah
buah misalnya, tidak sama dalam menghasilkan hormon etilen. Oleh karena itu,
adanya produksi etilen ini sangat penting diperhatikan, karena jika tidak
dikendalikan akan menyebakan kerusakan buah. Dalam kondisi tertentu, adanya
etilen ini mampu meningkatkan suhu hingga 30OC serta mengurangi
jumlah O2 sampai 8% dan atau meningkatkan CO2 hingga lebih dari 2% (Kader,
1985).
Padahal
kita tahu bahwa komposisi perbandingan CO2 dan O2 pada ukuran tersebut akan
berpengaruh langsung terhadap tingkat kecepatan respirasi, dimana batas
maksimal kadar CO2 untuk menghambat respirasi ialah 2%. Begitu pula jumlah
minimal O2 juga 2%. Hal ini dikarenakan jika CO2 berlebih dan O2 yang terlalu
rendah (< 1%), maka akan menyebabkan physiological breakdown. Tanda paling
mudah dikenali ialah terjadinya respirasi anaerob yang akan menghasilkan
alkohol.
Gas
etilen digunakan untuk mengendalikan pemasakan beberapa jenis buah. Teknik
inicukup cepat dan memberikan pemasakan yang seragam sebelum dipasarkan. Buah
yang umumdikendalikan pemasakannya dengan etilen adalah pisang, tomat, pear,
dan pepaya. Buah non-klimakterik seperti anggur, jeruk, nenas, dan strawberry
tidak dapat dimasakan dengan cara ini (Utama, 2001).
Transpirasi
merupakan proses kehilangan air dari bagian tumbhan dalam bentuk uap melalui
stomata, lentisel, trikhomata, luka dan retakan pada kutikula. Transpirasi juga
terjadi pada buah yang sudah dipanen. Oleh karena itu lajunya harus ditekan
sekecil mungkin terutama pada produk yang dikonsumsi dalam bentuk segar,
misalnya pada buah strawberry. Transpirasi dipengaruhi oleh faktor dalam
(produk) dan faktor lingkngan.
1.
Faktor produk
a.
Perbandingan antara
luas permukaan dan volume
Semakin besar
luas permukaan dibanding volume semakin cepat transpirasi.
b.
Pori-pori di
permukaan produk
Semakin banyak
pori dipermukaan produk, semakin cepat transpirasi. Hal tersebut karena
transpirasi terjadi melalui prori-pori yang terdapat pada permukaan produk
tersebut.
c.
Jenis produk
Kecepatan
hilangnya air bervariasi menurut jenis produk. Produk yang memiliki banyak pori
dan lapisan lilin tipis akan mengalami kehilangan air lebih besar dibandingkan
dengan produk yang memiliki sedikit pori dan lapisan lilin tebal.
2.
Faktor lingkungan
a.
Kelembaban udara
di sekitar produk
Ruang udara
terdapat di dalam semua bagian produk pasca panen sehingga air dan gas dapat
masuk dan keluar pada semua bagian produk tersebut. Udara tersebut mengandung uap air yang berasal dari aliran
air dalam produk dan dari respirasi. Uap
air di dalam produk pasca panen
mengembangkan tekanan yang menyebabkan uap air tertekan keluar melawati
pori-pori pada permukaan produk yang berhubungan dengan udara luar. Kecepatan
hilangnya air dari produk pasca panen tersebut bergantung pada perbedaan antara
tekanan uap air di dalam ruang-ruang yang ada di dalam produk dan tekanan uap
air yang ada pada udara di luarnya. Semakin
tinggi perbedaan tekanan uap air akan semakin tinggi pula transpirasi. Udara
yang lebih lembab memiliki tekanan uap air yang lebih tinggi dibanding udara
yang kurang lembab. Sehingga udara yang lembab memiliki tekanan uap air yang
lebih tinggi dibanding udara yang kering. Semakin kering udara (semakin rendah
kelembaban udara) di sekitar produk akan menyebabkan semakin cepat transpirasi.
Oleh karena itu, untuk menjaga agar kehilangan air sekecil mungkin, maka produk
pasca panen diletakan di tempat yang udaranya lembab (kelembaban udara tinggi).
b.
Pergerakan udara
yang melawati produk (angin)
Semakin cepat
udara bergerak melewati produk segar semakin cepat air hilang dari produk.
c.
Suhu
Peningkatan suhu
di sekitar produk akan menyebabkan perubahan air menjadi gas. Oleh karena itu
peningkatan suhu akan mempercepat terjadinya transpirasi.
d.
Cahaya
Cahaya mempengaruhi transpirasi secara tidak langsung
yaitu melalui kenaikan suhu. Produk yang
terkena cahaya, misalnya cahaya matahari, akan mengalami kenaikan suhu. Selanjutnya kenaikan suhu
pada produk dan udara disekitarnya akan menaikan laju transpirasi
Kehilangan
air merupakan penyebab utama dari kerusakan hasil pertanian yang akan
menyebabkan penurunan kesegaran hasil pertanian. Kehilangan air dapat
menyebabkan penyusutan secara kualitas dan kuantitas hasil pertanian
(kekerutan, pelunakan, hilangnya kerenyahan dan susut bobot).
2. Mutu Produk Pasca Panen Buah
Strawberry
Buah biasanya dikelompokkan berdasarkan pada mutu,
baik dari segi varietas, warna, ukuran dan bentuk buah. Terdapat 3 kelas
kualitas buah (Bappenas, 2001) yaitu:
1) Kelas
Ekstra:
a. buah
berukuran 20-30 mm atau tergantung spesies
b. warna
dan kematangan buah seragam.
2) Kelas
I:
a. buah
berukuran 15-25 mm atau tergantung spesies
b. bentuk
dan warna buah bervariasi.
3) Kelas
II:
a. tidak
ada batasan ukuran buah
b. sisa
seleksi kelas ekstra dan kelas I yang masih dalam keadaan baik.
Berdasarkan ukurannya, strawberry diklasifikasikan
menjadi 4 kelas, yaitu (Bappenas, 2001):
1.
Kelas AA: > 20 gram/buah
2.
Kelas A : 11-20 gram/buah
3.
Kelas B : 7-12 gram/buah
4.
Kelas C1 : 7-8 gram/buah
Kualitas strawberry ditentukan oleh rasa (manis, agak
asam dan asam), kemulusan kulit dan luka mekanis akibat benturan atau
hama-penyakit. Kekerasan buah adalah salah satu faktor penentu kualitas buah.
Miner et al. (1997) menyatakan bahwa pemberian pupuk yang berlebih dapat
mengurangi kekerasan buah strawberry. Miner et al. (1997) juga
menyatakan bahwa pemberian pupuk yang berlebih dapat mengurangi kekerasan buah strawberry
varietas Chandler. Konsentrasi hara dan frekuensi irigasi yang diujikan
tidak cukup mempengaruhi nilai kekerasan buah.
Rasa adalah salah satu komponen kualitas yang
penting bagi konsumen. Untuk buah strawberry, rasa yang baik adalah manis
dengan sedikit asam. Rasa manis dan asam pada strawberry ditentukan oleh rasio
PTT/ATT. Kandungan PTT buah menunjukkan kandungan sukrosa yang terkandung dalam
sari buah. Moing dan Renaud (2001) menyatakan bahwa selain sukrosa, terdapat
dua komponen gula utama lain pada buah strawberry yaitu glukosa dan fruktosa.
Kandungan ketiga gula utama ini meningkat seiring dengan fase perkembangan
buah. Menurut Wang dan Champ (2000). Kandungan PTT buah dipengaruhi oleh
kultivar dan lingkungan tumbuh seperti suhu, cahaya, ketersediaan air dan
nutrisi tanaman. ATT adalah banyaknya asam pada buah yang dapat dititrasi
sebagai asam sitrat, malat atau tatrat tergantung pada jenis asam organik
dominan yang terkandung pada buah (Kader, 1992). Lebih lanjut Wang dan Camp
(2000) menyatakan asam sitrat adalah asam yang paling dominan pada buah strawberry.
3. Perubahan
Fisik dan Kimia Produk Strawberry Pasca Panen
Mutu
buah berangsur-angsur turun sejalan dengan transpirasi, respirasi, dan
perubahan fisik serta biokimia lain yang terjadi. Akan terjadi perubahan fisik
pasca panen buah strawberry, antara lain:
a.
Perubahan
tekstur
Menurut Apandi (1984) perubahan tekstur yang terjadi
pada buah yaitu dari keras menjadi lunak sebagai akibat terjadinya proses
kelayuan (keriput) akibat respirasi dan transpirasi. Proses kelayuan ini akan
diikuti oleh proses senescence. Perubahan tekstur yang terjadi pada buah strawberry
juga karena aktivitas enzim pektolitik yang berperan penting dalam kualitas
jaringan tanaman (Tawali dkk., 2004).
b.
Susut
berat
Buah strawberry setiap harinya mengalami penurunan
bobot yang disebabkan adanya proses respirasi dan transpirasi.
c.
Kadar
air
Kehilangan air dari produk secara potensial terjadi
melalui bukaan-bukaan alami ini. Laju transpirasi atau kehilangan air
dipengaruhi oleh faktor-faktor internal (karakteristik morfologi dan anatomi,
nisbah luas permukaan dan volume, pelukaan pada permukaan dan stadia
kematangan), dan faktor eksternal atau faktor-faktor lingkungan (suhu,
kelembaban, aliran udara dan tekanan atmosfer). Pada permukaan
produk terdapat jaringan yang mengandung lilin yang dinamakan cuticle yang
dapat berperan sebagai barier penguapan air berlebihan.
Selain perubahan fisik, buah
strawberry setelah dipanen juga aan mengalami perubahan kimia. Perubahan kimia yang
terjadi antara lain :
a.
Kandungan
vitamin C
Vitamin C merupakan fresh food vitamin karena sumber
utamanya adalah buah-buahan dan sayuran segar seperti jeruk, brokoli, brussel
sprout, kubis, lobak dan strawberry. Selama penyimpanan kandungan vitamin C
buah strawberry mengalami peningkatan setiap harinya. Peningkatan kandungan
vitamin C disebabkan terjadinya proses biosintesis vitamin C dari glukosa yang
terdapat pada buah (Googman, 1996 dalam Kartika, 2012).
b.
Kandungan
Padatan Terlarut (KPT)
Menurut Winarno (2002) saat kandungan pati menurun
maka kandungan sukrosa akan naik, dan sukrosa yang terbentuk akan dipecah lagi
menjadi fruktosa dan glukosa. Glukosa yang terbentuk akan digunakan sebagian
untuk proses pernapasan (respirasi). Peningkatan nilai KPT beriringan dengan proses
pematangan buah hal ini sesuai dengan pernyataan Pujimulyani (2012), yang
menyatakan buah yang mengalami pematangan maka zat padat terlarutnya akan
meningkat. Peningkatan ini akan semakin tajam jika terjadi transpirasi yang
sangat cepat.
c.
pH
Penurunan nilai pH diduga berkaitan dengan aktivitas
mikroba yang menghasilkan asam. Selain itu, perubahan nilai pH juga dipengaruhi
oleh lama penyimpanan, reaksi enzimatis, dan perubahan mikrobia.
4. Kerusakan Produk Pasca Panen
Seperti yang kita tahu kerusakan produk pasca panen
dapat disebabkan karena 3 hal yaitu :
a.
Penyimpanan yang tidak tepat
Buah
dikemas di dalam wadah plastik transparan atau putih kapasitas 0,25-0,5 kg dan
ditutup dengan plastik lembar polietilen. Penyimpanan dilakukan di rak dalam lemari
pendingin 0-1 derajat C. Buah strawberry segar disajikan dalam bentuk lepasan,
dibungkus bahan kertas, jaring plastik atau bahan laian yang sesuai, lalu dikemas
dengan keranjang bambu atau kotak karton/kayu/bahan lain yang sesuai dengan
atau tanpa penyangga, dengan berat bersih maksimum 10 kg. Jika kurang tepat
dalam melakukan pengemasan dan penyimpanan maka akan menyebabkan kerusakan
produk pasca panen strawberry (Susanto, 2010).
b.
Respirasi dan transpirasi yang tinggi
Buah
matang sudah agak kenyal dan agak empuk. Kulit buah didominasi warna merah, hijau
kemerahan hingga kuning kemerahan (Susanto, 2010). Saat buah matang respirasi
dan transpirasi tinggi sehingga menyebabkan buah mudah rusak.
c.
Rentan terhadap hama dan penyakit
Buah matang menjadi rentan terhadap hama dan
penyakit serta virus. Misalnya Kutu
putih (Pseudococcus sp.) yang membuat bagian tanaman terserang termasuk
buah menjadi tidak normal, penyakit Kapang kelabu (Botrytis cinerea) yang
membuat bagian buah membusuk dan berwarna coklat lalu mengering, Busuk buah
matang (Colletotrichum fragariae Brooks) dimana buah yang masak menjadi
kebasah-basahan berwarna coklat muda dan buah dipenuhi massa spora berwarna
merah jambu dan lainnya (Susanto, 2010).
5.
Teknologi
Pasca Panen
Setiap produk
memerlukan penanganan pasca panen yang berbeda-beda, begitu juga dengan
penangan pasca paen pada buah strawberry. Menurut Pantastico (1989), edible coating adalah salah satu metode
yang digunakan untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan mutu
buah-buah yang disimpan pada suhu ruang. Pemberian lapisan diharapkan dapat
memperlambat penurunan kekerasan, susut bobot, KPT, vitami C, dan total asam.
Syarat bahan yang
digunakan untuk pelapisan yaitu mampu menahan permeabilitas oksigen dan uap
air, tidak berwarna, tidak berbahaya jika dikonsumsi dan tidak menyebabkan
perubahan pada sifat makanan (Pujimulyani, 2012). Pembuatan larutan edible
dilakukan dengan mencampurkan karagenan dan gliserol pada aquades yang bersuhu
±80ÚC. Larutan diaduk hingga merata sampai suhu turun menjadi ±30ÚC lalu buah strawberry
dicelupkan kedalam larutan selama ±1menit. Kemudian diangkat dan dikipas agar
larutan yang menempel pada buah kering dan disimpan pada suhu ruang. Pemberian edible coating mampu memperlambat perubahan
tingkat kekerasan, susut bobot, kandungan padatan terlarut, vitamin C, dan
total asam buah strawberry selama penyimpanan.
Selain itu, dapat juga
menggunakan teknik lain untuk pengawetan. Salah satu alternatif pengawetan
pangan adalah dengan teknik iradiasi. Iradiasi yang umum digunakan dalam
pengawetan pangan adalah menggunakan sinar ultraviolet. Proses ini bertujuan
untuk mengurangi penurunan mutu akibat pembusukan dan kerusakan, serta membunuh
mikroba. Radiasi dapat menghambat pertumbuhan bakteri, kapang, dan khamir
(Hermana, 1991).
Penggunaan bahan kimia
pada produk hortikultura diminimalisir untuk menjamin keamanan konsumsi dari
produk tersebut. Oleh karena itu perlu dicari metode untuk memperpanjang umur
simpan tanpa meninggalkan residu kimia pada produk hortikultura tersebut. Penyinaran
sinar ultraviolet merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk
memperpanjang umur simpan produk selain dari teknik pendinginan menggunakan
mesin. Bahan yang digunakan adalah buah strawberry segar yang telah disortir
sesuai dengan kriteria Grade A (ukuran lebih dari 4 cm, dan tingkat kematangan
seragam). Kemudian buah strawberry disinari dengan sinar UV-C 15 watt di dalam
Laminar Flow Cabinet (H.S. O79S) sesuai dengan perlakuan 0 menit, 5 menit, 10
menit dan 15 menit di laboratorium. Setelah disinari buah dikemas sesuai dengan
perlakuan tanpa dikemas, dikemas dengan wadah styrofoam yang dibungkus dengan
plastik pembungkus Cling Wrap (30m x
30cm) dan kemasan kantung plastik polyethylene (0,08mm x 15cm x 25cm) di vakum
dengan menggunakan mesin vacuum packer Henkelman 200A, untuk kemasan vakum di
laboratorium. Bahan kimia yang digunakan adalah indikator Phenolptalein 1%,
NaOH 0,01 N, larutan amylum 1% , larutan iodine 0,01 N, dan aquades. Alat yang
digunakan adalah T8, timbangan digital (AND GF-6100), hand refractometer (Atago
ATC IE), fruit firmness tester (BS 61 II), luxmeter, termometer celcius skala
0-100oC, Munsell Color Charts, blender, perangkat gelas, dan alat tulis.
Variabel pengamatan yang diamati adalah Mutu Visual Buah, Persentase Susut
Berat, Warna Buah, Kekerasan Buah, Padatan Terlarut Total (PTT), Asam
Tertitrasi (AT), KadarVitamin C, Uji Organoleptik (Rasa,Penampilan,Aroma).
Hasil penelitian didapatkan yaitu lama penyinaran UV-C tidak berpengaruh
terhadap umur simpan buah strawberry. Kemasan
vakum mampu menghambat proses pematangan buah strawberry sehingga umur simpan
buah menjadi lebih panjang, walaupun tidak berbeda nyata dengan kemasan
styrofoam.
Pengawetan atau
peningkatan daya simpan buah dapat juga dilakukan degan melakukan ppembungkusan
atau coating. Kitosan adalah salah satu bahan yang bisa digunakan untuk coating
buah, yang merupakan polisakarida berasal dari limbah kulit udang-udangan
(Crustaceae, kepiting dan Kepiting / Crab). Kitosan mempunyai potensi yang
cukup baik sebagai pelapis buah-buahan, misalnya pada tomat (Ghaouth dkk.,
1991) dan leci (Dong dkk, 2003). Sifat lain kitosan adalah dapat menginduksi
enzim chitinase pada jaringan tanaman. Enzim ini dapat mendegradasi kitin, yang
menjadi penyusun utama dinding sel fungi, sehingga dapat digunakan sebagai
fungisida (Ghaouth dkk., 1991). Beberapa penelitian lain sehubungan dengan
pelapisan buah (coating) strawberry menggunakan kitosan sudah dilakukan antara
lain oleh Sapers, 1992, mengamati bahwa dengan penambahan 200 ppm- 1000ppm
kerusakan strawberry dapat dihambat. Ghaouth (1992) mengamati mikroba yang
terdapat pada coating strawberry dengan kitosan dengan penambahan karboksimetil
kitosan, namun penambahan karboksimetil kitosan yang semakin lama semakin
mengering akan mempercepat kematangan strawberry bagian dalam, produksi jadi
lebih mahal dan tidak aman dikonsumsi tubuh.
6.
Penanganan
Pasca Panen
Buah
stroberi termasuk komoditas ringkih, sehingga pada saat pasca panen diperlukan
cara penanganan yang memadai untuk mempertahankan kualitas, daya simpan, dan
daya gunanya. Penanganan pasca panen adalah tahap-tahap kegiatan usaha tani
sejak pemanenan hingga siap dipasarkan atau dikonsumsi. Kegiatan pokok
penanganan pasca panen buah stroberi yang bertujuan untuk konsumsi segar adalah
sebagai berikut:
a.
Pengumpulan
Hasil
Tampung buah stroberi dalam suatu
wadah secara hati-hati agar buah tidak memar, kemudian kumpulkanlah di tempat
yang strategis dekat kebun.
b.
Pengangkutan
dan Pencucian
1) Angkut
hasil panen dari kebun ke bangsal (penampungan) hasil, selanjutnya hamparkan
buah hasil panen tersebut di atas lantai yang beralas terpal atau plastik
2) Cuci
buah stroberi dengan air mengalir sampai bersih, kemudia tiriskan di atas
rak-rak penyimpanan
c.
Sortasi
dan Klasifikasi
1) Pisahkan
antara buah stroberi yang baik dengan buah stroberi abnormal, rusak atau memar
2) Klasifikasikan
buah stroberi tersebut berdasarkan pada varietasnya, warna, ukuran, dan bentuk buah.
Di pasaran terdapat tiga kelas kualitas buah stroberi seperti yang telah
disajikan pada tabel 2.1.
Tabel 2.1. Klasifikasi kualitas
buah stroberi
No
|
Kualitas
Buah
|
Karakteristik
|
1.
|
Kelas
Ekstra
|
a. buah
berukuran 20-30 mm atau tergantung spesies
b. warna
dan kematangan buah seragam.
|
2
|
Kelas
I
|
a. buah
berukuran 15-25 mm atau tergantung spesies
b. bentuk
dan warna buah bervariasi.
|
3
|
Kelas
II
|
a.
tidak ada batasan ukuran buah
b.
sisa seleksi kelas ekstra dan
kelas I yang masih dalam keadaan baik.
|
Persyaratan umum :
Buah utuh, sehat, bebas dari hama atau
penyakit, partikel tanah, pestisida serta kotoran lainnya
|
d.
Pengemasan
Kegiatan-kegiatan pokok pengemasan
meliputi hal-hal sebagai berikut:
1) Siapkan
kotak plastik bening (trasparan) berkapasitas ¼ - 1kg, tergantung dari permintaan
pasar
2) Masukkan
buah stroberi yang telah dipanen tersebut secara berhati-hati ke dalam kotak
plastik hingga penuh
3) Tutup
permukaan kotak plastik berisi buah stroberi dengan lembar plastik polietilene
4) Pasang
label serta etiket yang dapat menarik perhatian konsumen
e. Pengepakan dan Pengangkutan
Tata
cara pengepakan dan pengangkutan buah stroberi yang telah dikemas adalah
sebagai berikut:
1) Masukkan
kemasan buah stroberi tadi ke dalam dos karton atau keranjang secara bersusun,
selanjutnya ditata satu per satu dalam mobil angkutan
2) Angkut
buah stroberi yang telah ditata dalam dos kartun ke tempat-tempat penjualan
(pemasaran)
f. Penyimpanan
1) Bongkar
semua wadah (kemasan) buah stroberi dari dalam mobil angkutan
2) Simpan
kemasan buah stroberi tersebut pada rak-rak penyimpanan atau lemari pendingin
bersuhu antara 0°-1°C
g. Pengolahan
Tujuan
dari pengolahan buah stroberi adalah untuk meningkatkan keawetan bahan sehingga
layak dikonsumsi. Selain itu, pengolahan buah stroberi dapat meningkatkan nilai
tambah serta berperan dalam penganekaragaman bahan pangan.
Pengolahan
buah stroberi dapat dilakukan secara sederhana pada skala industri rumah tangga
penduduk, akan tetapi dapat pula diproduksi dalam skala industri. Aneka produk
olahan buah stroberi antara lain jam, jelly, dodol, juice, manisan, sari buah,
eskrim, salad buah, stroberi dalam kuah, dan aneka produk olahan lainnya.
Berikut ini dibahas beberapa teknik pengolahan buah stroberi.
1) Jam
Stroberi
a) Persiapan
Alat dan Bahan
· Siapkan
alat dan bahan terdiri atas kompor, pisau stainless, penggilingan, panci, jam
pot, kertas selopan, serta sarana penunjang lainnya
· Siapkan
bahan terdiri atas buah stroberi yang sudah masak, gula pasir dan citroen zuur
b) Cara
Membuat
· Cuci
buah stroberi hingga bersih, kemudian tiriskan
· Giling
atau hancurkan buah stroberi hingga halus, lalu saring air (sari) buah sambil
ditampung dalam wadah
· Timbang
sari buah stroberi. Tiap kilogram sari buah dibutuhkan gula pasir ¾ kg dan
citroen zuur 3-5gram
· Panaskan
sari buah stroberi tersebut sampai mendidik, selanjutnya masukkan gula pasir
sedikit demi sedikit sambil ditambahkan citroen zuur
· Masukkan
sari buah yang telah dicampur gula pasir
dan citroen zuur tadi ke botol atau jam pot sampai bagian lehernya, lalu tutup
rapat dan lapisi kertas selopan
· Pasteurisasi
botol berisi jam stroberi tadi dengan cara dikukus selama 30 menit
· Angkat
dan dinginkan botol jam di atas meja dialasi piring, kemudian lap bagian
luarnya hingga bersih
· Pasang
label atau etiket pada botol jam
· Simpan
jam stroberi di tempat yang dingin atau dihidangkan
2) Sirup
Stroberi
a) Persiapan
Alat dan Bahan
· Siapkan
alat dan bahan terdiri atas kompor, penggilingan, saringan, botol, dan sarana
penunjang lainnya
· Siapkan
bahan-bahan meliputi buah stroberi ½ kg, air ¼ liter, gula pasir ½ kg, citroen
zuur 10 gram, vanili 5 cc dan putih telur ayam 1 butir
b) Cara
Membuat
· Giling
buah stroberi hingga hancur
· Remas-remas
hancuran buah stroberi dengan ¼ liter air, selanjutnya saring air (sari)
menggunakan saringan bersih
· Campurkan
sari buah stroberi dengan gula pasir dan citroen zuur, selanjutnya panaskan
atau masak hingga campuran tersebut tampak melarut secara homogen
· Masukkan
vanili dan putih telur ke dalam sirup buah stroberi tadi sambil diaduk-aduk
· Angkat
dari perapian, kemudian saring dengan kain saringan tipis sambil dimasukkan ke
dalam botol
· Simpan
atau hidangkan sirup stroberi sebagai minuman yang menyegarkan dan mempunyai
ciri rasa yang khas
d.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Terdapat
7 kegiatan penanganan pasca panen pada buah strawberry, yaitu:
1. Pengumpulan
hasil
2. Pengangkutan
dan pencucian
3. Sortasi
dan klasifikasi
4. Pengemasan
5. Pengepakan
dan pengangkutan
6. Penyimpanan
7. Pengolahan
B. Saran
Sebaiknya
dilakukan penanganan pasca panen yang tepat untuk penanganan buah strawberry
sehingga dapat meningkatkan daya simpan serta tidak menurunkan mutu produk.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahyani, Sakinah Dahlan, Lutfi
Musthofa, dan Hendrawan, Yusuf. 2014. Uji
Karakteristik Fisik dan Kimia pada Buah Stroberi (Fragaria L) dengan Pembekuan
Cepat Menggunakan Metode Pencelupan pada Nitrogen Cair. Jurnal Bioproses
Komoditas Tropis Vol. 2 No. 2 : 131-139.
Bappenas.
2001. Tentang Budidaya Pertanian Strawberry ( Fragaria chiloensis L. / F. vesca L. ). http://warintek.ristekdikti.go.id/pertanian/strawberry.pdf. Diakses pada 30 Oktober 2016 pukul
15.09 WIB.
Calvin,
C.L. and D.M. Knutson, 1983. Modern Home Gardening. John Wiley and Sons. New York. CRC press. USA
Hartmann, H.T. ;
W.J. Flocker and A.M. Kofranek, 1981. Plant Science Growth, Development and
Utilization of Cultivated Plants. Prentice-hall Inc. New Jersey.
Hui,
Y.H.2006. Handbook of Food Science,
Technology, and Engineering Vol
1.
Kader,
A.A. 1992. Postharvest biology and
technology : An Overview. p. 15-20. In A.A. Kader (ed.). Postharvest
Biology and Technology of Horticultural Crops. Univ. California. California.
192 p.
Miner,
G.S., E.B. Poling, D.E. Carol, L.A. Nelson. 1997. Influence of fall nitrogen
and spring nitrogen-potassium applications on yield and fruit quality of
’Chandler’ strawberry. J. Amer. Soc.
Hort. Sci. 122(20):290-295.
Moing,
A., C. Renaud. 2001. Biochemical changes during fruit development of four
strawberry cultivars. J. Amer. Hort.
Sci.126 (4):394-403.
Nopita, Rita Sari, Dian Dwi Novita, Sugianti Cicih.
2015. Pengaruh Konsentrasi Tepung Karagenan dan Gliserol Sebagai Edible Coating
Terhadap Perubahan Mutu Buah Stroberi (Fragaria X Ananassa) Selama Penyimpanan.
Jurnal Teknik Pertanian Lampung Vol. 4, No. 4: 305-314.
Pahlevi, Reza Nasution, Trisnowati, Sri , Tarwaca,
Eka Susila Putra. 2013. Pengaruh Lama Penyinaran Ultraviolet-C dan Cara
Pengemasan Terhadap Mutu Buah Stroberi (Fragaria X Ananassa Duchesne) Selama
Penyimpanan. Vegetalika Vol.2 No.2, 2013 : 87-99.
Pantastico,
E.B. 1986. Faktor-faktor pra panen yang
mempengaruhi mutu dan fisiologi pasca panen. hal 39-64. In E.B. Pantastico
(eds.). Fisiologi Pasca Panen, Penanganan
dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub Tropika.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Rukmana, Ir.H. Rahmat.
1998. Stroberi, Budi Daya dan Pascapanen. Kanisius. Yogayakarta.
Susanto,
dkk. 2010. Produksi dan Kualitas Buah Strawberry pada Beberapa Sistem Irigasi. J. Horti. Indonesia. Vol.1, No.1 :1-9.
Wang,
S.Y., M.J. Camp. 2000. Temperature after bloom affect plant growth and fruit
quality of strawberry. Scientia
Horticulturae. 85:183-199.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar