Selasa, 04 Juli 2017

KEDELAI LAHAN KERING MASAM

TUGAS TERSTRUKTUR
BUDIDAYA TANAMAN PADA LAHAN MARGINAL

PENGELOLAAN TANAMAN KEDELAI DI LAHAN KERING MASAM



 




                                                                          



Oleh:
Nama  : Prisma Nurul Ilmiyati
  NIM    : A1L014193
Kelas   : C
 













KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2016
PENGELOLAAN TANAMAN KEDELAI DI LAHAN KERING MASAM
Tanah-tanah marginal masam umumnya bereaksi masam dengan status Al tinggi, kapasitas tukar kation dan kandungan unsur haranya rendah (Santoso, 1991; Mulyadi dan Soepraptohardjo, 1975). Ciri-ciri umum tanah masam antara nilai pH tanah rata-rata kurang dari 4, kandungan hara bahan organik tanah (BOT) yang rendah, ketersediaan P dan kapasitas tukar kation (KTK) tanah rendah; tingginya kandungan unsur Mn2+ dan aluminium reaktif (Al3+) yang dapat meracuni akar tanaman dan menghambat pembentukan bintil akar tanaman legum. Distribusi perakaran tanaman relatif dangkal, sehingga tanaman kurang tahan terhadap kekeringan dan banyak terjadi pencucian hara ke lapisan bawah (Hairiah, et al., 2005). Menurut Hilman (2005), pada lahan kering masam, masalah ketersediaan fosfat (P) menjadi kendala utama dalam meningkatkan hasil.
Tanaman kedelai memerlukan P lebih besar dibandingkan dengan komoditas lainnya seperti gandum dan jagung. Cekaman kahat P biasanya terjadi pada fase awal pertumbuhan tanaman yaitu akar-akar tanaman kurang berkembang sehingga tidak mampu menyediakan seluruh kebutuhan P. Fosfor dapat diikat kuat oleh Al dan Fe pada tanahtanah masam sehingga menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Daun-daun tua pada kedelai yang kahat P sering menampakkan warna ungu karena terjadinya akumulasi antosianin (pigmen ungu). Masalah lain yang sering muncul di lapangan adalah toksisitas Al dan mangan (Mn) serta kahat Ca. Kelarutan Al meningkat pada tanah bereaksi masam. Kelarutan Al yang tinggi dapat meracuni tanaman kedelai. Tokisistas pada tanaman kedelai ditandai dengan rusaknya (terganggunya) sistem perakaran. Berbeda dengan Al, toksisitas Mn terjadi pada bagian atas tanaman. Pengecilan, pengeringan, dan karat daun merupakan gejala toksisitas Mn pada kedelai. Selanjutnya Sumarno (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman kedelai pada tanah masam menderita akibat cekaman abiotik dan biotik, seperti pertumbuhan vegetatif terhambat sebagai akibat kekurangan hara makro dan mikro, keracunan Al atau Mn, pembentukan nodul terhambat, tanaman mudah mendapat cekaman kekeringan; dan pertumbuhan akarnya terhambat. Gejala yang sangat jelas adalah pertumbuhan yang sangat kerdil, daun berwarna kuning kecoklatan, pertumbuhan perakaran sangat terbatas, bunga yang terbentuk minimal dan jumlah polong juga minimal, produktivitas sangat rendah atau bahkan gagal menghasilkan biji.
            Kedelai tidak memiliki preferensi terhadap jenis tanah tertentu, sedikit membutuhkan air dan lebih produktif ditanam pada musim kemarau. Pada lahan kering, kedelai ditanam sesudah padi gogo atau jagung. Untuk wilayah Sumatera Barat, waktu tanam dianjurkan bulan Oktober- Januari (Musim Hujan I=MH I) atau akhir MH II (Februari-Mei)/awal musim kemarau. Kadang-kadang diikuti pertanaman ketiga apabila memungkinkan yaitu antara bulan Juni-September. Waktu tanam ini dapat juga disesuaikan dengan kondisi iklim setempat. Curah hujan yang cukup selama pertumbuhan dan berkurang saat pembungaan dan menjelang pemasakan biji akan meningkatkan hasil kedelai (Nurdin dan Atman. 1998).
Varietas kedelai toleran tanah masam sudah banyak ditemukan Badan Litbang Pertanian. BPTP Sumatera Barat telah merekomendasikan penggunaan varietas unggul Singgalang, Wilis, Pangrango, dan Kipas Putih pada paket budidaya kedelai di lahan kering masam untuk wilayah spesifik Sumatera Barat. Balitkabi Malang menyarankan penggunaan varietas Tanggamus, Sibayak, Nanti, dan Wilis (Hilman, et al., 2004). Sementara itu, Tim Primatani (2006) menggunakan varietas Tanggamus, Nanti, Ratai, dan Seulawah dalam program primatani di lahan kering masam. Menurut Sumarno (2004), pemerintah sering memiliki pengharapan yang kelewat tinggi (over expectation) bahwa permasalahan lahan masam seolah-olah harus dapat diatasi dengan penambahan varietas toleran lahan masam. Perlu diingat bahwa lahan masam bukan hanya mengandung Al dan Mn tinggi yang meracuni tanaman kedelai, tetapi kandungan hara N, P, K, Ca, Mg, dan hara lainnya rendah. Dalam kondisi lahan masam yang miskin hara, tidak mungkin ada varietas kedelai yang dapat tumbuh dan menghasilkan biji secara normal. Oleh karena itu, perluasan areal tanam kedelai pada lahan masam yang hanya mengandalkan penggunaan ”varietas adaptif dan toleran lahan masam” tidak akan berhasil dengan baik. Penggabungan dengan aplikasi teknologi ameliorasi tanah masam akan lebih memungkinkan keberhasilannya.
            Tanah masam perlu disehatkan dengan meningkatkan pH dan menaikkan kejenuhan basa, serta pengkayaan unsur haranya. Maidl (1996) Cit Sumarno (2004)
menjelaskan teknik ameliorasi tanah masam, sebagai berikut:
1.      Pengapuran Untuk Meningkatkan PH Dan Mengatasi Keracunan Al.
Dosis kapur disesuaikan dengan pH tanah umumnya sekitar 3 t/ha, berkisar antara 1-5 t/ha. Kapur yang baik adalah kapur magnesium atau dolomit yang dapat sekaligus mensuplai Ca dan Mg. Pemberian kapur dengan cara ditebarkan di permukaan tanah dan selanjutnya dibajak dalam (deep ploughed) untuk membentuk lapisan olah yang dalam agar perakaran lebih berkembang sehingga tanaman toleran cekaman kekeringan. Kapur diberikan 2-3 bulan sebelum tanam, dan diperkirakan akan efektif untuk jangka waktu 3-5 tahun.
2.      Ameliorasi Pada Lapisan Tanah Bawah (Sub-Soil) Menggunakan Gypsum.
Pengapuran pada permukaan tanah hanya akan mengoreksi pH pada lapisan olah tanah, sedangkan pada lapisan sub-soil pH masih rendah dan keracunan Al masih terjadi. Dalam keadaan tanah gembur dan subur, akar kedelai dapat tumbuh hingga mencapai kedalaman 100-150 cm. Oleh karena itu, pemberian gypsum pada lapisan sub-soil dapat memperbaiki pertumbuhan akar menjadi lebih dalam.
3.      Pengkayaan Fosfat Tanah Dengan Pemupukan P Dosis Tinggi.
Pada lahan  masam dengan kandungan fosfat rendah  (sekitar 4 ppm P) yang disertai kapasitas fiksasi P yang tinggi, pengkayaan fosfat dalam tanah (build-up soil P level) merupakan persyaratan mutlak untuk memperoleh produksi kedelai yang tinggi. Dosis pupuk yang diperlukan tergantung bergantung pada kandungan liat tanah, dianjurkan 3-5 kg P2O5 setiap 1% liat. Pupuk P ditebarkan dan dimasukkan ke dalam tanah saat pembajakan tanah, beberapa hari sebelum tanam. Akan lebih efektif bila diberikan pada barisan tanaman.
4.      Pengkayaan Bahan Organik.
Dengan pengapuran dan pemupukan saja, kandungan bahan organik tanah akan cepat menurun bila tidak diikuti pengembalian residu tanaman ke dalam tanah. Pola tanam yang mengikutkan leguminosa untuk dibenamkan ke tanah, pengembalian residu tanaman, dan pemupukan dengan kompos sangat dianjurkan.
5.      Pengkayaan Kalium.
Pengkayaan K diperlukan bila ketersediaan K dalam tanah kurang dari 30 ppm dan kandungan liat lebih dari 18%. Takaran pupuk K secara umum adalah 100 kg K2O/ha, dengan cara ditebarkan bersamaan pupuk P dan dimasukkan ke dalam lapisan olah tanah dengan cara bajak. 6. Pengkayaan hara mikro. Bila tanah diduga kahat unsur mikro terutama Zn, Fe, S, B, dan Mo, pemberian pupuk mikro dalam bentuk chelat atau fritted trace element (F, T, E) perlu dilakukan.
            Tanam dilakukan secara tugal, 2-3 biji per lubang dengan jarak tanam 40x20 cm di lahan subur atau 40x15 cm di lahan kurang subur. Kebutuhan benih berkisar 45-50 kg/ha. Pengendalian gulma tergantung pertumbuhan gulma di lapangan. Biasanya 3 dan 6 mst atau 3, 7, 10 mst dengan menggunakan cangkul. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan berdasarkan konsep pengendalian hama terpadu (PHT). Panen dilakukan bila semua daun rontok, polong berwarna kuning/coklat dan mengering. Panen dapat dimulai pukul 09.00 pagi, pada saat air embun sudah hilang dengan cara memotong pangkal batang tanaman dengan sabit. Hindari pemanenan dengan cara mencabut tanaman, agar tanah/kotoran tidak terbawa. Berangkasan tanaman (hasil panenan) dikumpulkan di tempat kering dan diberi alas terpal/plastik (Hilman, 2005). Jadi, Teknologi budidaya kedelai yang dianjurkan di lahan kering masam adalah penggabungan teknologi ameliorasi tanah masam dengan penggunaan varietas unggul toleran tanam masam. Selain itu, waktu tanam, cara tanam, perawatan tanaman, dan panen yang tepat sangat mempengaruhi peningkatan produksi kedelai (Atman, 2006).
















DAFTAR PUSTAKA
Atman. 2006. Pengelolaan Tanaman Kedelai Di Lahan Kering Masam. Jurnal Ilmiah Tambua. Vol. 5, No.3 : 281-287
Hairiah, K., Widianto, Dan D. Suprayogo. 2005. Dapatkah Pengembangan Budidaya Tanaman Pangan Pada Tanah Masam Selaras Dengan Konsep Pertanian Sehat?. Prosiding Lokakarya Pengembangan Kedelai Di Lahan Sub-Optimal. Puslitbangtan Bogor
Hilman, Y. A. Kasno, dan N. Saleh. 2004. Kacang-Kacangan Dan Umbi-Umbian: Kontribusi Terhadap Ketahanan Pangan Dan Perkembangan Teknologinya. Inovasi Pertanian Tanaman Pangan. Puslitbangtan Bogor
 Hilman, Y. 2005. Teknologi Produksi Kedelai Di Lahan Kering Masam. Prosiding Lokakarya Pengembangan Kedelai Di Lahan Sub-Optimal. Puslitbangtan Bogor
Mulyadi, D. dan D. Soepraptohardjo. 1975. Masalah Data Luas Dan Penyebaran Tanah-Tanah Kritis. Simposium Pencegahan Dan Pemulihan Tanah-Tanah Kritis Dalam Rangka Pengembangan Wilayah. Puslitanak Bogor.
Nurdin, F. Dan Atman. 1998. Teknologi Pengendalian Terpadu Hama Penting Kedelai. Makalah Pada Pertemuan Paket Aplikasi Teknologi BPTP Sukarami. Batusangkar.

Santoso, D. 1991. Agricultural Land Of Indonesia. IARD, J. 13;33-36.
Sumarno. 2005. Strategi Pengembangan Kedelai Di Lahan Masam. Prosiding Lokakarya Pengembangan Kedelai di Lahan Suboptimal. Puslitbangtan Bogor
Tim Primatani. 2006. Inovasi Teknologi Unggulan Tanaman Pangan Berbasis Agroekosistem Mendukung Primatani. Puslitbangtan Bogor





Tidak ada komentar: