Selasa, 04 Juli 2017

SEKILAS MAHKOTA DEWA


Aspek Ekonomis
Mahkota dewa merupakan tanaman asli Indonesia. Di habitat aslinya, Papua, tanaman ini bisa dijadikan tanaman hias. Sampai saat ini banyak penyakit yang berhasil disembuhkan dengan mahkota dewa. Beberapa penyakit berat (seperti sakit lever, kanker, sakit jantung, kencing manis, asam urat, reumatik, sakit ginjal, tekanan darah tinggi, lemah syahwat dan ketagihan narkoba) dan penyakit ringan (seperti eksim, jerawat dan luka gigitan serangga) bisa disembuhkan dengan tanaman ini (Wulandari,2009).
Mahkota dewa telah digunakan sebagai tanaman obat yang populer karena daun dan buahnya (tetapi bijinya mesti dipisahkan dulu karena dapat menyebabkan alergi bila tertelan) telah terbukti secara klinis sebagai antihistamin atau antialergi, dan secara empiris dianggap mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit seperti tekanan darah tinggi, diabetes, asam urat, ginjal, dan beberapa penyakit kulit bahkan untuk terapi penderita kanker. Selain itu, mahkota dewa juga memiliki banyak potensi untuk dimanfaatkan sebagai zat pewarna alami (merah keunguan), pengawet makanan alami karena memiliki kemampuan antioksidan dan antimikroba, suplemen makanan karena kandungan antioksidan (flavonoids seperti kaempferol, myricetin, naringin, dan rutin) yang tinggi, obat-obatan karena menunjukkan efek anti kanker, dan bahan kosmetika karena kandungan antioksidan dan efek anti mikroba yang dimiliki (Hudaya dkk, 2013).
Di masyarakat daging buah MD sering digunakan sebagai obat alternatif atau obat tambahan untuk mengobati diabetes melitus (DM) di samping obat hipoglikemik oral (OHO) dan insulin.(3) Insulin dan atau OHO yang telah dipasarkan umumnya telah dibuktikan memiliki rasio efektifitas dan keamanan yang baik, namun umumnya lebih mahal dari obat tradisional/obat herbal (Meiyanti dkk,2006).
Permasalahan
Hasil survei Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan mengungkapkan bahwa buah mahkota dewa juga digunakan oleh pengobat tradisional sebagai ramuan untuk mengobati diabetes. Makin meluasnya penggunaan tanaman mahkota dewa oleh masyarakat untuk berbagai penyakit dari yang ringan sampai yang berat, terutama penyakit degeneratif OM, tanpa dukungan pembuktian ilmiah dan informasi seimbang akan menimbulkan masalah. Laporan kasus mulai banyak dilakukan. Salah satu laporan kasus penggunaan mahkota dewa mengungkapkan pasien diabetes yang hampir diamputasi kakinya karena membusuk, dengan meminum rebusan buah mahkota dewa dan menempelkan ampas rebusan pada kakinya yang nyaris membusuk, secara berangsur penyakitnya sembuh. Tapi penggunaannya masih coba-coba dan tidak standar. Takarannya untuk setiap jenis penyakit masih bersifat coba-coba. Sampai saat ini belum diperoleh informasi adanya uji klinik MD yang dilakukan pada manusia (Meiyanti dkk,2006).
Jangankan orang awam, banyak ahli pengobatan tradisional pun masih ada yang meragukannya. Alasannya, antara lain, penelitian ilmiah secara klinis mengenai kegunaan pohon ini belum menghasilkan sebuah kesimpulan yang memuaskan. Akibatnya, tidaklah mengejutkan jika di beberapa daerah pohonnya banyak ditebangi karena dianggap hanya sebagai sarang ular. Buahnya pun dibuang begitu saja karena rasanya tidak enak. Hal-hal seperti itu membuat ketersediaan mahkotadewa, yang memang sulit didapat, semakin sulit dipenuhi. Padahal, dari waktu ke waktu, kebutuhan pengobatan alternatif terhadap pohon ini semakin banyak (Harmanto, 2004).
Tapi, meskipun banyak memiliki khasiat sebagai penyembuh penyakit, tanaman ini tidak boleh dimakan sembarangan tanpa solusi dari orang yang mengerti dibidang ini, seperti dokter. Karena tanaman ini dapat menjadi sangat beracun. Setiap bagian dari tanaman mahkota dewa, batang, daun, buah, kulit, dan biji mengandung racun.  Biji merupakan bagian yang paling beracun dan berbahaya.  Racun dalam tanaman ini dapat menyebabkan mulut bengkak, sariawan, mabuk, kejang, dan bahkan sampai pingsan.
Mahkota dewa memiliki efek samping yang perlu diperhatikan, diantaranya adalah, mabuk. Air daun mahkota dewa selain dapat menyebabkan kantuk juga dapat menyebabkan mabuk. Efek mabuk dari daun masih dalam tahap taraf normal, namun jika efek kantuk dan mabuk terus berlanjut dianjurkan untuk mengurangi dosis air daun. Buah mahkota dewa jangan dikonsumsi pada saat haid karena akan memperhebat pendarahan. Karena dengan khasiat melawan sel kanker, obat ini sekaligus menggerus dinding rahim. Dosis pemakaian sangat berperan penting dalam penggunaan obat herbal ini, salah dosis, akan berakibat fatal.
Wanita yang hamil muda dilarang mengonsumsi mahkota dewa. Mahkota dewa dapat memacu kerja otot rahim mempermudah atau mempercepat proses persalinan sehingga bahaya bagi yang masih hamil muda. Selain bahaya yang diatas, mahkota dewa juga memiliki rasa yang pahit. Namun semua hal ini tidak mengurangi keinginan orang-orang untuk menanam tumbuhan ini di pekarangan rumah mereka (Chaterine, 2016).
Produksi
Membudidayakan mahkota dewa tidak sulit. Tanaman ini dapat hidup dengan baik di daerah beriklim tropis dengan produksi buah yang tidak mengenal musim. Hal ini menjadikan mahkota dewa sebagai penambah pendapatan bagi pembudidayaan asalkan dilakukan secara intensif dan profesional. Mahkota dewa dapat dikembangbiakkan secara vegetatif dan generatif. Cara vegetatif dengan menggunakan stek atau cangkok, sedangkan generatif dengan dengan biji. dan Cara pembiakan generatif atau penyemaian dengan biji biasanya membutuhkan waktu yang lama, tetapi dapat dibiakkan dalam jumlah yang banyak dengan pertumbuhan yang seragam serta memiliki perakaran yang kuat agar tanaman tidak mudah roboh. Sedangkan cara pembiakan vegetatif lebih cepat dengan sifat yang sama dengan induknya. Akan tetapi, pembiakan vegetatif jarang dilakukan karena tingkat keberhasilannya rendah (Winarto, 2003). Dalam sekali panen, satu batang pohon dapat mencapai 2 – 3 kg buah mahkota dewa.
Prospek
Komoditas tanaman ini masih sangat jarang di budidayakan untuk itu merupakan peluang bisnis yang mempunyai prospek tinggi dan jangka panjang karena kegunaan tanaman ini untuk di jadikan obat berbagai macam penyakit.
Selain itu mahkota dewa juga memiliki nilai jual yang menguntungkan saat diolah menjadi teh karena banyak diminati. Mahkota dewa juga bisa dimanfaatkan sebagai pestisida nabati yang sangat bagus prospeknya. Bijinya mengandung saporin yang mampu mengendalikan hama salah satunya hama keong mas pada tanaman padi (Wiratno, 2015)
Bahan bioaktif dan Aktivitas/ Mekanisme
Mahkota dewa (MD/Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.) merupakan salah satu tanaman obat yang dalam beberapa tahun belakangan ini banyak menarik perhatian masyarakat Secara kualitatif, MD mengandung beberapa zat aktif seperti: i) alkaloid, bersifat detoksifikasi yang dapat menetralisir racun di dalam tubuh, ii) saponin yang bermanfaat sebagai anti bakteri dan virus, mengurangi kadar gula darah, mengurangi penggumpalan darah, iii) flavonoid berfungsi sebagai anti-oksidan, dan iv) polifenol yang berfungsi sebagai antihistamin (Meiyanti dkk,2006).
Penelitian tentang uji aktivitas dan karakterisasi senyawa aktif terus dikembangkan, terutama aktivitasnya sebagai antioksidan yang merupakan senyawa polifenol, flavonoid, alkaloid, dan saponin. Salah satu senyawa aktif yang ditemukan terdapat dalam ekstrak metanol daging buahnya yang merupakan senyawa flavonoid (Rohyami, 2008). Berbagai penelitian yang telah dilakukan menunjukkan aktivitas biologi antikanker pada bagian buah tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan bagian tanaman lain dari mahkota dewa (Lisdawati, 2009).
            Flavonoid termasuk senyawa fenolik alam yang potensial sebagai antioksidan dan mempunyai bioaktivitas sebagai obat. Flavonoid merupakan sekelompok besar antioksidan bernama polifenol yang terdiri atas antosianidin, biflavon, katekin, flavanon, flavon, dan flavanolol. Kuersetin adalah salah satu zat aktif kelas flavonoid yang secara biologis amat kuat dan merupakan senyawa kelompok flavonolol terbesar, 60–75% dari total flavonoid. Bila vitamin C mempunyai aktivitas antioksidan 1, maka kuersetin memiliki antioksidan 4,7. Oleh karena itu, kuersetin dari flavonoid diduga menjadi faktor penyebab radikal bebas menjadi netral sehingga dapat menurunkan agen proinflamasi yang selanjutnya dapat mempengaruhi aktivitas NF-B(Waji & Sugrani, 2009).
Metabolit sekunder tanaman mahkota dewa seperti tanin, saponin, resin, senyawa fenolik dan polifenol, terpenoid, alkaloid, dan flavonoid dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan, anti inflammatory, antimikroba dan memiliki aktivitas cytotoxic sehingga digunakan di bidang farmasi sebagai obat-obatan ataupun suplemen diet seta dapat pula digunakan sebagai agen pengawet alami pada pangan (Hendra, R., 2011; Sher, A., 2009; Asep, A., 2010). Faried et al. (2007) mengisolasi asam galat buah mahkota dewa selektif memerangi berbagai jenis sel kanker seperti human esophageal cancer (TE-2), gastric cancer (MKN-28), colon cancer (HT-29), breast cancer (MCF-7), cervix cancer (CaSki), dan malignant brain tumor (CGNH-89 and CGNH-PM) serta memiliki efek cytotoxic. Antosianin, suatu flavonoid dari golongan polifenol, merupakan pigmen alami dengan variasi warna merah, ungu, biru, sampai jingga juga diduga terkandung di dalam buah mahkota dewa. Antosianin larut dalam air sehingga memudahkan inkorporasi ke dalam bahan pangan. Aktivitas antioksidan antosianin terlihat baik pada buah berantosianin maupun pada antosianin murni. Senyawa antioksidan tersebut tersebar pada berbagai bagian tumbuhan seperti akar, batang, kulit, ranting, daun, bunga, buah, dan biji. Antosianin merupakan pigmen alami pangan yang cukup potensial pemanfaatannya karena sekaligus memiliki efek antioksidan (Hudaya dkk, 2013).
Ekofisiologis
Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) adalah jenis tanaman yang termasuk dalam famili Thymelaeaceae dan umumnya dikenal sebagai mahkota dewa (Hendra dkk, 2011). Tanaman ini berasal dari Pulau Papua, Indonesia, tumbuh di daerah tropis dan merupakan salah satu tanaman obat yang paling populer di Indonesia (Parhizkar et al., 2013). Mahkota dewa dikenal sebagai tanaman yang dapat mengobati banyak penyakit berat. Secara fisik mahkota dewa ramping dan tinggi hingga mencapai 3 meter (Chaterine, 2016). Ia berbunga pada April–Agustus. Bunga berbentuk terompet, putih, dan harum. Panjang dari pangkal tangkai hingga ujung 3–4 cm. Buahnya bulat, hijau ketika muda dan merah marun saat tua. Terdiri dari kulit, daging, cangkang, dan biji. Besar buah umumnya seukuran bola pingpong. Tebal kulit 0,5–1 mm. Penampilan menarik membuat mahkota dewa banyak dipelihara sebagai tanaman hias (Wijayakusuma, 2008).
Panen dan Pasca Panen
Tanah dan bibit
Tanaman mahkota dewa dapat ditanam pada dataran rendah dan maksimal ketinggian 1200 meter dari dasar laut. Tanah yang digunakan adalah tanah dengan pupuk alami seperti pupuk kandang. Pupuk kimiawi tidak dianjurkan. Lubang tanam digali sepanjang 30 cm meter dan dibiarkan terbuka selama seminggu. Penanaman dapat menggunakan bibit maupun secara cangkok dari batang pohon. Bibit didapatkan dari biiji buah itu sendiri, tapi penanaman secara cangkok membuat lebih cepat berbuah.
Penanaman dan perawatan
Penanaman mahkota dewa memiliki keuntungan yaitu tida bergantung kepada musim, sehingga dapat ditanam kapanpun. Setelah ditanam, hal yang harus dilakukan adalah penyiraman, pemupukan, dan penyiangan. Penyiraman dilakukan cukup sering karena penyerapan air mahkota dewa tinggi. Pemupukan dengan pupuk organik. Penyiangan dilakukan untuk melawan gulma. Dan pestisida untuk hama.
Panen
Warna merah terang dan bau manis seperti gula pasir menandakan buah mahkota dewa telah siap petik. Bila dalam kurun waktu anda tidak membutuhkan mahkota dewa, anda dapat menjualnya, karena mahkota dewa merupakan tanaman herbal yang sangat dicari (Chaterina,2016).
Cara Budidaya Mahkota Dewa
1.      Syarat Tumbuh
  • Mengunakan tanah yang subur dan memilki kandungan organik yang tinggi
  • keasaman tanah dengan Ph 5.5 – 7.2
  • Harus memilki curah hujan antara 1000 – 2500 mm / tahun
  • Suhu sekitar tanaman 20 – 33 c0
  • Memiliki kelempabapan 70 – 90 %
  • Memilki ketinggi tempat 0 – 1.600 dpl
2.      Pengelolahan Tanah
  • Siapkan natural GLIO ( 10 kemasan /ha ) kemudian campur dengan pupuk kandang yang sudah layak kemudian disimpankan ke dalam karung terbuka antara selama 1-2 minggu sampai tercampur merata
  • Kemudian cari lah karung yang sudah bekas dan belah hingga membentuk seperti pot pada umumnya
  • Atau dengan cara pembelian pot atau poligabag yang besar untuk proses penanaman berlangsung
  • Setelah itu masukan tanah yang sudah matang tadi kedalam poligbag atau pot yang sudah siap
  • Dan biar kan selama 1-2 hari agar hasil pengemburan akan bagus
  • Dan lubangi sesuai dengan biji gisnseng yang anda buat dan lakukan penanam
  • Dalam satu pot harus di tanama dengan satu bibit ginseng
  • Agar menghasilkan bibit yang bagus dan hasil yang bagus .
3.      Pemeliharaan Tanaman
a.      Penyiraman
penyiraman pada tanaman ini tidak dilakukam secara berlebian antar 2- 3 dalam satu hari sesuai dengan usai pada tanaman  ginseng . Namun anda harus perhatikan penyiraman jangan sampai berlebihan .
b.      Penyulaman
Penyulam pada tanman ini dilakukan pada saat tanaman mengalmi tidak pernah tumbuh atau juga mati ketika beberapa hari i tanaman . penyulaman ini harus cepat di lakukan agar pemanenan serentak.
c.       Penyiangan
penyiangan ini sangt lah berguna dalam pembersiha gulma dan hama penyait yang akan menyerang pada tanaman liar di sekeliling tanaman mahkota dewa


d.      Pemupukan
Pemupukan dalam ginseng ini bisa dilakukan dengan cara pupuk serbuk ataupun cair hal ini dilakukan minimal 1-2 bulan sekali tergantung anda dalam penanagan pemupukan pada ginseng .
4.      Panen
Masa panen pada tanman mahkota dewa ini sangat lah mudah dan juga tidak bisa di perkirakan tetapi anda bisa menandainya dengan buahnya yang berwarna merah dan baunya manis hal ini dilakukan denmgan car pemetikan dan pengeringan agar daya jula pada tanman mahkota dewa ini semakin tinggi.
5.      Pasca Panen
Pengolahan
Jika berbicara mengenai tanaman obat mahkota dewa, maka bagian yang paling banyak dimanfaatkan adalah buah. Buah mahkota dewa memiliki betuk fisik bulat dengan warna hijau saat muda dan merah cerah pada saat matang. Buah mahkota dewa terdiri dari kulit bah, daging buah, cangkang biji buah dan biji buah. Dari bagian ini yang paling dihindari adalah biji buah sebab cukup beracun.
Cara mengolah mahkota dewa pada bagian buah cukup mudah. Biasanya daging buah yang segar dipotong menjadi bagian yang lebih kecil kemudian dikeringkan. Setelah kering, daging buah mahkota dewa tersebut direbus (untuk penyakit tertentu biasanya dicampur dengan bahan obat lainnya) dan air hasil rebusan tersebutlah yang kemudian dikonsumsi. Bagian buah mahkota dewa ini bisa digunakan untuk menyembuhkan berbagai penyakit antara lain diabetes, rematik, kangker payudara juga kangker rahim, asam urat, hepatitis, disentri dan masih banyak lagi lainnya. Bagi Anda yang menghendaki kepraktisan, saat ini telah banyak dikembangkan teh buah mahota dewa yang terbuat dari kulit serta daging buah. Untuk mendapatkan khasiatnya, Anda tinggal menyeduhnya dengan air panas.
Bagian Batang
Bagian lain dari tanaman mahkota dewa yang biasa dimanfaatkan sebagai bahan obat herbal adalah bagian batang. Bentuk fisik batang ini bulat dengan permukaan kasar, warnanya coklat dan berkayu, memiliki sistem percabangan simpodial. Bagian batang ini bergetah dan dipercaya bisa menyembuhkan penyakit serius seperti kangker tulang. Cara mengolah mahkota dewa bagian batang cukup sederhana. Batang terlebih dahulu dikuliti dan dikeringkan kemudian direbus. Air rebusan tersebutlah yang digunakan sebagai obat.
Bagian Daun
Selain bagian buah dan juga batang, bagian lain dari tanaman mahkota dewa yang banyak digunakan sebagai bahan obat adalah daun. Daun ini dikenal berkhasiat mengobati penyakit seperti eksim, lemah syahwat, disentri, alergi, tumor dan masih banyak lainnya. Cara mengolah mahkota dewa pada bagian daun cukup sederhana tergantung pada jenis penyakit yang hendak Anda obati. Misalnya eksim, langkahnya cukup sederhana, cukup lumatkan daun mahkota dewa kemudian balurkan pada kulit yang terkena eksim sebanyak dua kali sehari. Sedangkan pada penyakit semisal lemah syahwat, disentri, alergi dan tumor, cara mengolahnya dengan direbus dan diminum (Fredi Kurniawan,2016).

Tidak ada komentar: