Selasa, 04 Juli 2017

ZAT PATI PISANG







TUGAS TERSTRUKTUR
MATA KULIAH EVALUASI PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN HORTIKULTURA


Analisis Kadar Pati pada Pisang















Oleh:
1.      Siti Maulida Khasanah               (A1L014186)
2.      Alfiatun Amanah                        (A1L014190)
3.      Tomi Nuryan Budi H.                 (A1L014191)
4.      Prisma Nurul Ilmiyati                 (A1L014193)
5.      Alifia Syahda                               (A1L014194)







KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2017
I.         PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Buah pisang adalah bahan pangan yang bergizi, sumber karbohidrat, vitamin, dan mineral. Komponen karbohidrat terbesar pada buah pisang adalah pati pada daging buahnya, dan akan diubah menjadi sukrosa, glukosa dan fruktosa pada saat pisang matang (15-20 %). Ada empat jenis pisang yaitu pisang yang dimakan buahnya tanpa dimasak, pisang yang dimakan setelah buahnya dimasak, pisang yang diambil seratnya, dan pisang berbiji. Berdasarkan cara komsumsinya buah pisang dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu golongan banana (dikomsumsi langsung) seperti pisang ambon, pisang raja, pisang muli, dan lain-lain, dan plaintain (dikomsumsi setelah dimasak terlebih dahulu), seperti pisang kepok, pisang tandung, pisang janten.
Perkembangan ilmu dan teknologi saat ini mengharapkan pangan dapat berfungsi sebagai pemelihara kesehatan dan kebugaran. Bila dimungkinkan, pangan harus dapat mencegah, menyembuhkan atau menghilangkan efek negatif dari penyakit tertentu. Kenyataan tersebut menuntut bahan pangan tidak lagi sekedar memenuhi kebutuhan dasar tubuh yaitu bergizi dan lezat, tetapi juga dapat bersifat fungsional. Bahan pangan dapat dikatakan bersifat fungsional jika mengandung komponen (baik mutrisi maupun non nutrisi) yang bermanfaat terhadap fungsi-fungsi organ di dalam tubuh relevan untuk menjaga kesehatan atau mempunyai efek fisiologis yang menguntungkan (Roberfroid, 2000 dalam Musita, 2009).
Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Hewan dan manusia juga menjadikan pati sebagai sumber energi yang penting.

B.       Tujuan
1.      Mengetahui kandungan gizi pada buah pisang secara umum
2.      Mengetahui kadar pati pada buah pisang
3.      Mengetahui metode yang dapat digunakan untuk menganalisis kadar pati pada buah pisang












II.           TINJAUAN PUSTAKA
 Menurut sejarah, pisang berasal dari Asia Tenggara yang kemudian disebarkan oleh para penyebar agama Islam ke Afrika Barat, Amerika Selatan dan Amerika Tengah. Selanjutnya pisang menyebar ke suluruh dunia, meliputi daerah tropis dan sub tropis. Negara-negara penghasil pisang yang terkenal diantaranya Brasil, Filipina, Panama, Honduras, India, Equador, Thailand, Karibia, Columbia, Meksiko, Venzuela, dan Hawai. Indonesia merupakan negara penghasil pisang nomor empat di dunia (Satuhu dan Supriyadi, 1990).
Pisang tergolong tanaman buah berupa herbal yang tidak asing lagi bagi sebagian besar masyarakat. Adapun klasifikasi pisang (Musa paradisiaca) menurut Tjitrosoepomo (2001) :
Kingdom            : Plantae
Divisi                 : Magnoliophyta
Kelas                  : Liliopsida
Ordo                  : Zingiberales
Famili                 : Musaceae
Genus                 : Musa
Species               : Musa paradisiaca
Pisang termasuk dalam famili Musaceae, dan terdiri atas berbagai varietas dengan penampilan warna, bentuk, dan ukuran yaang berbeda-beda. Varietas pisang yang diunggulkan antara lain Pisang Ambon Kuning, Pisang Ambon Lumut, Pisang Badak, Pisang Barangan, Pisang Kepok, Pisang Susu, Pisang Raja, Pisang Tanduk, dan Pisang Nangka.
Tanaman pisang merupakan tanaman herba tahunan yang mempunyai sistem perakaran dan batang di bawah tanah. Jenis-jenis pisang yang ada memiliki perbedaan morfologi uang memberikan variasi dalam kultivar pisang sehingga dari karakter tersebut dapat membedakan jenis pisang dari beberapa kultivar, meskipun tanaman belum dewasa dan berbuah. Variasi dalam varietas pidang dapat diamati di antaranya dari warna kulit buah, warna batang tanaman, bentuk daun, bentuk buah, dan masih banyak lagi karakter yang membedakan di antara tiap varietas pisang. Tanaman pisang merupakan herba yang hanya berbuah sekali (monokarpik), kemudian mati. Tingginya antara 2-9 m, mempunyai batang bawah tanag (bonggol/corm) pendek (Yuliasih, 2016).
Buah pisang adalah bahan pangan yang bergizi, sumber karbohidrat, vitamin, dan mineral. Komponen karbohidrat terbesar pada buah pisang adalah pati pada daging buahnya, dan akan diubah menjadi sukrosa, glukosa dan fruktosa pada saat pisang matang (15-20 %) (Bello dkk, 2000 dalam Musita, 2009). Buah pisang adalah salah satu buah tropis yang berkalori tinggi. Buah ini mengandung mineral dan vitamin dalam jumlah yang tepat, khususnya bagi kesehatan dan bermanfaat sebagai antioksidan. Kandungan mineral dalam pisang segar merupakan nutrisi yang penting bagi tubuh untuk membantu daya tahan sehingga tidak mudah sakit (Wardhany, 2014 dalam Yuliasih, 2016).


III.   PEMBAHASAN

A.      Pati

Pati merupakan salah satu jenis polisakarida yang banyak terdapat pada tanaman, merupakan polimer dari satuan α-D-glukosa (anhidroglukosa) dengan rumus empiris (C6H10O5)n. Satuan dasar pati adalah anhidroglukosa, pengikatan satuan glukosa satu sama lain berakibat kehilangan satu molekul air yang semula terikat dalam bentuk gugus hidroksil. Pati disusun oleh dua satuan polimer utama yaitu amilosa dan amilopektin. Molekul amilosa merupakan polimer dari unit-unit glukosa dengan bentuk ikatan α-1,4- glikosidik, berbentuk rantai lurus, tidak bercabang atau mempunyai struktur heliks yang terdiri dari 200-2000 satuan anhidroglukosa sedangkan amilopektin merupakan polimer unit-unit glukosa dengan ikatan α-1,4- glikosidik pada rantai lurus dan ikatan α-1,6-glikosidik pada percabangan, terdiri dari 10.000-100.000 satuan anhidroglukosa (Adebowale and Lewal, 2003). Meskipun sebenarnya amilase dihidrolisa dengan β- amilase pada beberapa jenis pati tidak diperoleh hasil hidrolisis yang sempurna, β- amilase menghidrolisis amilosa menjadi unit-unit residu glukosa dengan memutus ikatan α-(1,4) dari ujung non pereduksi rantai amilosa menghasilkan maltosa (Hee-Joung An, 2005).
Karakteristik setiap jenis pati dipengaruhi oleh sumber botani, bentuk dan ukuran granula pati, rasio amilosa dan amilopektin, kandungan-kandungan dari komponen non pati, struktur kristalin dan amorf. pati tidak larut dalam air dingin, tetapi jika dipanaskan akan mengalami gelatinasi dan viskositasnya akan naik. Hal ini disebabkan karena pemanasan yang menyebabkan energi kinetik molekul molekul air menjadi lebih kuat dari pada daya tarik menarik antara molekul pati dalam granula, sehingga air dapat masuk kedalam pati dan pati akan mengembang (Akbar dkk, 2013).
Pati penting dalam makanan terutama yang bersumber dari tumbuh-tumbuhan dan memperlihatkan sifat-sifatnya, pati terdapat dalam biji-bijian dan umbi-umbian sebagai karakteristik granula pati, pati tidak manis, pati tidak dapat larut dengan mudah dalam air dingin, pati berbentuk pasta dan gel di dalam air panas, pati menyediakan cadangan sumber energi dalam tumbuh-tumbuhan dan persediaan energi dalam bentuk nutrisi. Pati dihasilkan dari proses fotosintesis tanaman yang dibentuk (disintesa) di dalam daun (plastid) dan amiloplas seperti umbi, akar atau biji dan merupakan komponen terbesar pada singkong, beras, sagu, jagung, kentang, talas, dan ubi jalar. Pati merupakan simpanan karbohidrat dalam tumbuh-tumbuhan dan merupakan karbohidrat utama yang dimakan manusia. Komposisi amilosa dan amilopektin berbeda dalam berbagai makanan yang mengandung pati. Amilopektin pada umumnya terdapat dalam jumlah yang lebih besar. Sebagian besar pati mengandung antara 15% dan 35% amilosa (Chandra dkk, 2013).
Dalam butiran pati, rantai-rantai amilosa dan amilopektin tersusun dalam bentuk semi kristal, yang menyebabkan tidak larut dalam air dan memperlambat pencernaannya oleh amilase pankreas. Bila dipanaskan dengan air, struktur kristal rusak dan rantai polisakarida akan mengambil posisi acak. Hal ini yang menyebabkan mengembang dan memadat (gelatinasi). Cabang-cabang dalam amilopektin yang terutama dapat menyebabkan pembentukan gel yang cukup stabil. Proses pemasakan pati di samping menyebabkan pembentukan gel juga dapat memecah sel, sehingga memudahkan pencernaannya. Dalam proses pencernaan semua bentuk pati dihidrolisa menjadi glukosa (Almatsier, 2004).Selain dari sumber kentang dan singkong, pati juga dapat dihasilkan dari batang tanaman, seperti pati sagu, dan dari daging buah muda seperti pisang (Krisna, 2011).
Pati merupakan karbohidrat yang banyak dijumpai pada tanaman, baik dalam umbi, biji, batang dan buah. Penggunaan pati sangat luas baik di industri pengolahan pangan maupun di industri, akan tetapi pati alami kurang bisa diterima dalam pengolahan pangan maupun di industri. Untuk memenuhi kebutuhan pati yang bisa diterapkan di industri pangan maupun di industri maka diperlukan adanya proses modifikasi pati. Pati adalah salah satu bahan penyusunan yang paling banyak dan luas terdapat di alam, yang merupakan karbohidrat cadangan pangan pada tanaman. Sebagian besar pati di simpan dalam umbi (ubi kayu, ubi jalar, kentang, dll), biji (jagung, padi, gandum), batang (sagu) dan buah seperti pisang. Disamping itu pati merupakan zat gizi penting dalam kehidupan sehari-hari, dimana dalam tubuh manusia kebutuhan energi hampir 80 % dipenuhi dari karbohidrat. Pati dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu pati alami yang belum mengalami modifikasi (Native Starch) dan pati yang telah termodifikasi (Modified Starch). Pati alami diperoleh dari pemisahan sari pati yang terdapat pada tanaman baik yang dari umbi, biji maupun batang. Dalam bentuk aslinya secara alami pati merupakan butiran-butiran kecil yang sering disebut granula (Zulaidah, 2012).
Pati merupakan zat gizi penting dalam makanan sehari-hari. Pati memegang peranan penting dalam berbagai industri seperti kertas, lem, tekstil, permen, glukosa, dektrosa, sirop fruktosa dan lain lain. Dalam perdagangan, pati dikenal ada dua jenis yaitu pati biasa yang belum dimodifikasi dan pati yang telah dimodifikasi. Pati yang belum dimodifikasi meliputi semua jenis pati yang dihasilkan dari pabrik pengolahan dasar, misalnya pati tapioka (Koswara, 2006). Pati asli seperti tapioka, pati jagung, pati sagu dan pati pati lain mempunyai beberapa kelemahan jika dipakai sebagai bahan baku dalam industri pangan maupun non pangan (Hee-Young An, 2005). Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik, yang banyak terdapat pada tumbuhan terutama pada biji-bijian, umbi-umbian. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai atom karbonnya, serta lurus atau bercabang (Koswara, 2006).
Dalam bentuk aslinya secara alami pati merupakan butiran-butiran kecil yang sering disebut granula. Bentuk dan ukuran granula merupakan karakteristik setiap jenis pati, karena itu digunakan untuk identifikasi. Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utama yaitu amilosa, amilopektin dan material antara seperti, protein dan lemak Umumnya pati mengandung 15–30% amilosa, 70–85% amilopektin dan 5–10% material antara. Struktur dan jenis material antara tiap sumber pati berbeda tergantung sifat-sifat botani sumber pati tersebut.
Sumber pati utama di Indonesia adalah beras. Disamping itu dijumpai beberapa sumber pati lainnya yaitu; jagung, kentang, tapioka, sagu, gandum, dan lain-lain (Tharanathan dkk., 2005). Dalam keadaan murni granula pati berwarna putih, mengkilat, tidak berbau dan tidak berasa, dimana secara mikroskopik granula pati dibentuk oleh molekul-molekul yang membentuk lapisan tipis yang tersusun terpusat (Niba dkk., 2002). Pati dalam jaringan tanaman mempunyai bentuk granula (butiran) yang berbeda-beda. Penampakan mikroskopik dari granula pati seperti bentuk, ukuran, keseragaman, bersifat khas untuk setiap jenis pati. Bentuk butiran pati secara fisik berupa semikristalin yang terdiri dari unit kristal dan unit amorf. Pati yang berasal dari biji-bijian tertentu hanya mengandung amilopektin saja yang dikenal dengan istilah “waxy” atau lilin. Spesies yang penting adalah sorgum lilin, jagung lilin dan beras lilin (Pudjihastuti, 2010).

B.       Kandungan Pati dalam Pisang

Karbohidrat atau hidrat arang adalah suatu zat gizi yang fungsi utamanya sebagai penghasil energi, dimana setiap gramnya menghasilkan 4 kalori.Tiap 1 gram karbohidrat yang dikonsumsi akan menghasilkan energi sebesar 4 kkal dan energi hasil proses oksidasi (pembakaran) karbohidrat ini kemudian akan digunakan oleh tubuh untuk menjalankan berbagai fungsi-fungsinya seperti bernafas, kontraksi jantung dan otot serta juga untuk menjalankan berbagai aktifitas fisik seperti berolahraga atau bekerja. Polisakarida adalah golongan karbohidrat yang paling banyak ditemukan pada tanaman seperti pati, selulosa, dan hemiselulosa, juga pada jaringan tubuh hewan yaitu glikogen pada otot (Rimbawan dan Siagian, 2004).
Komposisi kimia buah pisang bervariasi tergantung pada varietasnya. Pada umumnya daging buah pisang mengandung energi, protein, lemak, berbagai vitamin serta mineral seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. Tingkat kematangan juga mempengaruhi komposisi kimia daging pisang seperti kadar pati, kadar gula reduksi, kadar sukrosa dan suhu gelatinisasi pati. Tingkat kematangan ini ditandai dengan perubahan warna kulit pisang seperti yang dijelaskan pada Tabel 2
Tabel 1 Komposisi zat gizi pisang per 100 g buah segar (Aurore et al., 2009)
Senyawa
Komposisi
Energi (Kkal)
91.00
Air (g)
63.00
Karbohidrat (g)
24.30
Protein (g)
0.80
Lemak (g)
0.10
Ca (mg)
7.00
Mg (mg)
33.00
P (mg)
35.00
Fe (mg)
0.50
Cu (mg)
0.16
B karoten ekuivalen (µg)
0.03-1.20
Vitamin B1 (mg)
0.05
Vitamin B2 (mg)
0.05
Vitamin B6 (mg)
0.07
Vitamin C (mg)
20.00
Asam pantotenat (mg)
0.37
Asam folat (mg)
0.16
Serotonin (mg)
45.00






Tabel 2. Komposisi pati, gula dan suhu gelatinisasi berdasarkan tingkat kematangan warna kulit pisang (Zhang et al.,2005)
Tahapan
Warna kulit
Komposisi (100 g Berat Segar)
Pati (%)
Gula Reduksi (%)
Sukrosa (%)
Suhu glatinisasi (°C)
1
Hijau
61.7
0.2
1.2
74
2
Hijau
58.6
1.3
6
-
3
Hijau ada kuning
42.4
10.8
18.4
81
4
Lebih hijau daripada kuning
39.8
11.5
21.4
75
5
Lebih kuning daripada hijau
37.6
12.4
27.9
-
6
Kuning dengan ujung hijau
9.7
15
53.1
80
7
Kuning sempurna
6.3
31.2
51.9
77
8
Kuning sdikit coklat
3.3
33.8
52
9
Kuning banyak coklat
2.6
33.6
53.2
81

Semua jenis buah pisang memiliki kandungan gizi yang berbeda-beda. Rata-rata  dalam setiap 100 g daging buah pisang mengandung air sebanyak 70 g, protein  1,2 g, lemak 0,3 g, pati 2,7 g, dan serat 0,5 g. Buah pisang juga kaya akan  potassium, sebanyak 400 mg/100 g. Potassium merupakan bahan makanan untuk  diet karena mengandung nilai kolestrol, lemak dan garam yang rendah. Pisang  kaya akan vitamin C, B6, vitamin A, thiamin, ribaflavin, dan niacin. Energi yang terkandung dalam setiap 100 g daging buah pisang sebesar 275 kJ –465 kJ  (Ashari, 2006).

C.      Metode Analisis Kadar Pati

Kandungan pati dalam bahan pangan dapat ditentukan secara volumetrik, titrimetri atau kolorimetri. Penentuan total pati adalah dengan cara menghidrolisis pati secara sempurna menjadi glukosa. Hidrolisis pati menjadi gula dapat terjadi saat ada perlakuan asam yaitu memecah ikatan glikosidik yang menghubungkan antar glukosa. Dapat juga terjadi secara enzimatis (enzim α-amilase dan glukoamilase) yang memecah molekul-molekul amilosa dan amilopektin menjadi gula sederhana.
Kandungan glukosa dapat ditentukan menggunakan metode penetapan gula seperti metode Anthrone, metode fenol, metode Lane-Eynon, metode Nelson-Somogyi. Kandungan pati ditentukan menggunakan fakor pengali (0,9). Sehingga kandungan pati adalah kandungan glukosa x 0,9. Dapat ditentukan untuk analisis kadar pati pada contoh padat atau cair.
1. Analisis Kualitatif
Karbohidrat dengan zat tertentu akan menghasilkan warna tertentu yang dapat digunakan untuk analisis kuantitatif. Bila karbohidrat direaksikan dengan larutan naftol dalam alkohol, kemudian ditambahkan H2SO4 pekat secara hatihati, pada batas cairan akan berbentuk furfural yang berwarna ungu. Reaksi ini disebut reaksi molisch dan merupakan reaksi umum bagi karbohidrat.
a. Uji Molisch
Dengan prinsip karbohidrat direaksikan dengan a-naftol dalam alkohol kemudian ditambah dengan asam sulfat pekat melalui dinding tabung ,(+) bila terbentuk cincin ungu (Sawhney, 2005).
b. Uji Barfoed
Pereaksi terdiri dari Cu-asetat dan asam asetat. Sampel ditambah pereaksi kemudian dipanaskan,endapan merah bata menunjukkan (+) monosakarida (Krause, 2006).
c. Uji Benedict
Pereaksi terdiri dari Cu-sulfat, Na-sitrat dan Na-karbonat.Sampel ditambah pereaksi dan dipanaskan adanya endapan merah cokelat menunjukkan adanya gula reduksi.
d. Uji Iodium
Larutan sampel diasamkan dengan HCl kemudian ditambah iodin dalam larutan KI. Warna biru berati (+) adanya pati kalau warna merah (+) glikogen.
e. Uji Seliwanoff
Pereaksi 3.5 ml resocsinol 0,5 % dengan 12 ml HCl pekat diencerkan 3,5 ml dengan aquades setelah sampel ditambah pereaksi dipanaskan. Warna merah cerri menunjukkan positif adanya fruktosa dalam makanan (Winarno, 2004).
f. Uji Antron
Prinsip uji Antron sama dengan uji Seliwanof dan Molisch yaitu menggunakan senyawa H2SO4 untuk membentuk senyawa furfural lalu membentuk kompleks dengan pereaksi Antron sehingga terbentuk warna biru kehijauan.
g. Uji Fehling
Pereaksi terdiri dari Cu-sulfat dalam suasana alkalis, NaOH, ditambah Chelating Agent (kalium natrium tartrat). Sampel ditambah pereaksi dan dipanaskan adanya endapan berwarna merah cokelat menunjukkan adanya gula reduksi.
2. Analisis Kuantitatif
Banyak cara yang dapat digunakan untuk menemukan banyaknya karbohidrat dalam suatu bahan yaitu antara lain dengan cara kimiawi, cara fisik, cara enzimatik atau biokimiawi dan cara kromatografi. Penentuan karbohidrat yang termasuk polisakarida maupun oligosakarida memerlukan perlakuan pendahuluan sehingga diperoleh monosakarida. Untuk keperluan ini, maka bahan dihidrolisis dengan asam atau enzim pada suatu keadaan tertentu.
a. Metode Luff Schoorl
Uji karbohidrat yang resmi ditetapkan oleh BSN  (Badan Standardisasi Nasional) yaitu analisis total karbohidrat dengan menggunakan metode Luff Schoorl. Pada tahun 1936, International Commission for Uniform Methods of Sugar Analysis mempertimbangkan metode Luff Schoorl sebagai salah satu metode yang digunakan untuk menstandarkan analisis gula pereduksi karena metode Luff Schoorl saat itu menjadi metode yang resmi dipakai di pulau Jawa.
Seluruh senyawa karbohidrat yang ada dipecah menjadi gula-gula sederhana (monosakarida) dengan bantuan asam, yaitu HCl, dan panas. Monosakarida yang terbentuk kemudian dianalisis dengan metode Luff-Schoorl. Prinsip analisis dengan metode Luff-Schoorl yaitu reduksi Cu2+  menjadi Cu1+ oleh monosakarida. Monosakarida bebas akan mereduksi larutan basa dari garam logam menjadi bentuk oksida atau bentuk bebasnya. Kelebihan Cu2+ yang tidak tereduksi kemudian dikuantifikasi dengan titrasi iodometri.
Reaksi yang terjadi :
Karbohidrat kompleks          → gula sederhana (gula pereduksi)
Gula pereduksi + 2 Cu2+       → Cu2O(s)
2 Cu2+ (kelebihan) + 4 I-       → 2 CuI2 → 2 CuI- + I2
I2 + 2S2O3 2-                          → 2 I- + S4O6 2-
Osborne dan Voogt (1978) mengatakan bahwa Metode Luff-Schoorl dapat diaplikasikan untuk produk pangan yang mengandung gula dengan bobot molekuler yang rendah dan pati alami atau modifikasi. Kemampuan mereduksi dari gugus aldehid dan keton digunakan sebagai landasan dalam mengkuantitasi gula sederhana yang terbentuk. Tetapi reaksi reduksi antara gula dan tembaga sulfat sepertinya tidak stoikiometris dan sangat tergantung pada kondisi reaksi. Faktor utama yang mempengaruhi reaksi adalah waktu pemanasan dan kekuatan reagen.
Pereaksi yang digunakan dalam metode Luff-Schoorl adalah CH3COOH 3%, Luff Schoorl, KI 20%, Na2S2O3 0,1 N, NaOH 30%, H2SO4 25%, dan HCl 3%. HCl digunakan untuk menghidrolisis pati menjadi monosakarida, yang akan bereaksi dengan larutan uji Luff Schoorl dengan mereduksi ion Cu2+ menjadi ion Cu+. Setelah proses hidrolisis selesai dilakukan, maka akan ditambahkan NaOH, yang berfungsi untuk menetralkan larutan sampel ditambahkan HCl. Asam asetat digunakan setelah proses penetralan dengan NaOH dengan maksud untuk menciptakan suasana yang sedikit asam. Dalam metode Luff-Schoorl, pH harus diperhatikan dengan cermat. Suasana yang terlalu asam akan menimbulkan overestimated pada tahap titrasi sebab akan terjadi reaksi oksidasi ion iodide menjadi I2 (Harjadi, 1994).
O2 + 4I- + 4H+ → 2I2 + 2H2O
Apabila pH terlalu tinggi (terlalu basa), maka hasil titrasi akan menjadi lebih rendah daripada sebenarnya, karena pada pH tinggi akan terjadi resiko kesalahan, yaitu terjadinya reaksi I2 yang terbentuk dengan air (hidrolisis). H2SO4 ditambahkan untuk mengikat ion tembaga yang terbentuk dari hasil reduksi monosakarida dengan pereaksi Luff-Schoorl, kemudian membentuk CuSO4. KI akan bereaksi dengan tembaga sulfat membentuk buih coklat kehitaman. Langkah terakhir yang dilakukan dalam metode Luff Schoorl adalah titrasi dengan natrium tiosulfat (Harjadi, 1994).
Pada penentuan metode ini, yang ditentukan bukanlah kuprooksida yang mengendap tapi kuprioksida dalam larutan sebelum direaksikan dengan gula reduksi (titrasi blanko) dan sesudah direaksikan dengan sampel gula reduksi (titrasi sampel). Penentuan titrasi dilakukan dengan menggunakan Na-tiosulfat. Selisih titrasi blanko dengan titrasi sampel ekuivalen atau sama dengan jumlah kuprooksida yang terbentuk dan sama dengan jumlah gula reduksi yang ada dalam bahan / larutan. Reaksi yang terjadi selama penentuan karbohidrat cara ini mulamula kuprooksida yang ada dalam reagen akan membebaskan iod dari garam Kiodida. Banyaknya iod yang dibebaskan ekuivalen dengan banyaknya kuprioksida. Banyaknya iod dapat diketahui dengan titrasi dengan menggunakan Na-tiosulfat. Untuk mengetahui bahwa titrasi sudah cukup maka diperlukan indikator amilum. Apabila larutan berubah warnanya dari biru menjadi putih, adalah menunjukkan bahwa titrasi sudah selesai.
b. Metode Enzimatis
Penentuan gula dengan cara enzimatis sangat tepat terutama tujuan penentuan gula tertentu yang ada dalam suatu campuran berbagai macam gula. Cara kimiawi mungkin sulit untuk penentuan secara individual yang ada dalam campuran itu, tetapi dengan cara enzimatis ini penentuan gula tertentu tidak akan mengalami kesulitan karena tiap enzim sudah sangat spesifik untuk gula yang tertentu (Sudarmadji, dkk. 2003).
c. Metode Kromatografi
Perlakuan dengan mengisolasi dan mengidentifikasi karbohidrat dalam atu campuran ialah cara untuk menentukan karbohidrat dengan cara kromatografi. Isolasi karbohidrat ini berdasarkan prinsip pemisahan suatu campuran berdasarkan atas perbedaan distribusi rationya pada fase tetap dengan fase bergerak. Fase bergerak dapat berupa zat cair atau gas, sedang fase tetap dapat berupa zat padat atau zat cair. Apabila zat padat sebagai fase tetapnya maka disebut kromatografi serapan, sedangkan bila zat cair sebagai fase tetapnya maka disebut kromatografi partisi atau sebagian (Sudarmadji, dkk. 2003).
d. Metode Somogyi-Nelson dan Metode Anthrone-Sulfat
Metode Somogyi-Nelson merupakan metode penetapan kadar gula pereduksi, dimana prinsipnya, gula pereduksi akan mereduksi ion Cu2+ menjadi ion Cu+, kemudian ion Cu+ ini akan mereduksi senyawa arsenomolibdat membentuk kompleks berwarna biru kehijauan (Nelson, 1944). Reagen Nelson berfungsi sebagai katalisator yang mereduksi kuprioksida menjadi koprooksida karena adanya gula reduksi yang berwarna merah bata. Jumlah endapan kuprooksida eqivalen dengan julah gula reduksi yang ada. 
Prinsip penetapan kadar pati dengan metode hidrolisis asam yaitu pati dihidrolisis dengan HCL menjadi glukosa, lalu dinetralkan dengan NaOH. Jumlah gula diukur absorbansi pada λ 540 nm. Adapun mekanismenya adalah komponen non pati akan hilang pada saat proses hidrolisis, kemudian ditambahkan pereaksi Nelson somogyi akan menjadi gula pereduksi menghasilkan warna merah. Selanjutnya ditambahkan Arsenomolibdat menghasilkan warna biru. Hasil yang diperoleh kemudian diukur nilai absorbansi menggunakan spektrofotometer. Adapun kadar pati dapat dihitung dengan mengalikan suatu faktor konversi sebesar 0.90. faktor konversi tersebut diperoleh dari perbandingan berat molekul pati dengan jumlah berat molekul gula rendah yang dihasilkan (Sudarmadji, 2003).
Sedangkan untuk metode anthrone-sulfat, merupakan metode penetapan gula total, dimana prinsipnya, gula pereduksi atau non pereduksi akan bereaksi dengan asam sulfat pekat membentuk furfural atau turunannya, kemudian furfural tadi akan bereaksi membentuk kompleks berwarna kuning kehijauan dengan reagen anthrone (Koehler, 1952). Berdasarkan teori metode Somogyi-Nelson lebih spesifik jika digunakan dalam penetapan kadar gula pereduksi pada sampel yang memiliki senyawa gula campuran di dalamnya, dibandingkan metode anthrone-sulfat.








IV.   PENUTUP

A.      Kesimpulan

1.        Buah pisang mengandung mineral dan vitamin dalam jumlah yang tepat, khususnya bagi kesehatan dan bermanfaat sebagai antioksidan. Kandungan mineral dalam pisang segar merupakan nutrisi yang penting bagi tubuh untuk membantu daya tahan sehingga tidak mudah sakit.
2.        Buah pisang memiliki kandungan gizi yang berbeda-beda pada tiap jenisnya. Rata-rata  dalam setiap 100 g daging buah pisang mengandung air sebanyak 70 g, protein  1,2 g, lemak 0,3 g, pati 2,7 g, dan serat 0,5 g.
3.        Kandungan pati dalam bahan pangan dapat ditentukan secara volumetrik, titrimetri atau kolorimetri. Penentuan total pati adalah dengan cara menghidrolisis pati secara sempurna menjadi glukosa.










DAFTAR PUSTAKA
Adebowale, K.O. and O.S. Lawal. 2003. Microstructure, Functional Properties and Retrogradation Behaviour of Mucuna Bean (Mucuna pruriens) Starch on Heat Moisture Treatments. J. Food Hydrocolloid. 17:265-316.
Akbar, Fauzi dkk. 2013. Pengaruh Waktu Simpan Film Plastik Biodegradasi Dari Pati Kulit Singkong Terhadap Sifat Mekanikalnya. Jurnal Teknik Kimia USU. 2(2): 11-15
Almatsier, S., 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Ashari, S. 2006. Holtikultura Aspek Budidaya (Edisi Revisi). Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta. 481 hlm.
Aurore, G. Parfait, B. Fahrasmane, L. 2009. Bananas, raw materials for making processed food product.Trends in food science and Technology vol 20 hal 78-91.
Chandra, Andy dkk. 2013. Pengaruh pH dan Jenis Pelarut pada Perolehan dan Karakterisasi Pati dari Biji Alpukat. Skripsi. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat. Universitas Katolik Parahyangan
Harjadi. 1994. Kimia Analitik Dasar. Gramedia: Jakarta.
Hee-Young An., 2005, Effects of Ozonation and Addition of Amino acids on Properties of Rice Starches. A Dissertation. Submitted to the Graduate Faculty of the Louisiana state University and Agricultural and Mechanical College
Koehler, L.H., 1952. Differentiation of carbohydrates by anthrone reaction rate and color intensity. Journal Analytical Chemistry, 24, 1576-1579.
Koswara. 2006. Teknologi Modifikasi Pati. Ebook Pangan.
Krause, M.V., dan M.A. Hunscher. 2006. Food Nutrition and Diet Therapy. W.B. Saunders Company: Philadelphia.
Krisna, Dimas D. 2011. Pengaruh Regelatinasi Dan Modifikasi Hidrotermal Terhadap Sifat Fisik Pada Pembuatan Edible Film Dari Pati Kacang Merah (Vigna angularis sp.). Thesis. Program Studi Magister Teknik Kimia. Universitas Diponegoro. Semarang
Musita, Nanti. 2009. Kajian Kandungan dan Karakteristik Pati Resisten dari Berbagai Varietas Pisang. Jurnal Teknologi Industridan Hasil Pertanian Balai Riset dan Standarisasi Industri Bandar Lampung. Vol. 14. No. 1. Maret 2009.
Nelson, N., 1944. A photometric adaptation of the Somogyi method for the determination of glucose. Journal Biol. Chem, 153(2), 375-379.
Niba L.L., Bokanga, Jackson, Schlimme, 2002, Phycsicochemical Properties and Srtarch Granular Characteristics of Flour from Various Manihot Esculenta (Cassava) Genotypes. Journal of Food Science. Vol. 67, No.5.
Osborne, D.R., dan Voogt, P. 1978. The Analysis Of Nutients In Foods. Academic Press: New York.
Pudjihastuti, Isti. 2010. Pengembangan Proses Inovatif Kombinasi Reaksi Hidrolisis Asam dan Reaksi Photokimia UV untuk Produksi Pati Termodifikasi dari Tapioka. Thesis. Program Studi Magister Teknik Kimia. Universitas Diponegoro. Semarang.
Rimbawan, dan Siagian A. 2004. Indeks Glikemia Pangan. Penerbit Swadaya. Jakarta.
Satuhu, S. dan A. Supriyadi. 1990. Pisang. Budidaya Pengolahan dan Prospek Pasar. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sawhney, P., Giammona C.J., Meistrich M.L., Richburg J.H. 2005. Cisplatin- Induced long-Term Failure of Spermatogenesis in Adult C57/Bi/6J Mice. Journal of Andrology, (1) 26.
Sudarmadji, S., Haryono, B. dan Suhardi. 2003. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty: Yogyakarta.
Tharanathan, Rudrapatman., 2005, Starch-Value Addition by Modification. Critical Reviews in Food Science and Nutrition. Vol 45, 371-384.
Tjitrosoepomo, Gembong. 2001. Taksonomi Tumbuhan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.
Yuliasih, P.D. 2016. Biosistematika Berbagai Varietas Pisang (Musa paradisiaca L.) Berdasarkan Karakter Morfologi Melalui Metode Fenetik. Skripsi Program Studi S1 Biologi, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya.
Zhang P, Whistler RL, BeMiller J N, Hamaker BR. 2005. Banana starch: production, physicochemical properties, and digestibility a review. J Carbohydrates Polymers, 59 (4), 443-458
Zulaidah, Agustien. 2012. Peningkatan Nilai Guna Pati Alami Melalui Proses Modifikasi Pati. Majalah Ilmiah Universitas Pandanaran. 10(22): 2-12.

Tidak ada komentar: