MATA KULIAH EVALUASI PERTUMBUHAN DAN
PRODUKSI TANAMAN HORTIKULTURA
Analisis Kadar Pati pada Pisang
Oleh:
1. Siti Maulida Khasanah (A1L014186)
2. Alfiatun Amanah (A1L014190)
3. Tomi Nuryan Budi H. (A1L014191)
4. Prisma Nurul Ilmiyati (A1L014193)
5. Alifia Syahda (A1L014194)
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN
PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2017
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Buah pisang adalah bahan pangan yang bergizi, sumber karbohidrat,
vitamin, dan mineral. Komponen karbohidrat terbesar pada buah pisang adalah
pati pada daging buahnya, dan akan diubah menjadi sukrosa, glukosa dan fruktosa
pada saat pisang matang (15-20 %). Ada empat jenis pisang yaitu pisang yang
dimakan buahnya tanpa dimasak, pisang yang dimakan setelah buahnya dimasak,
pisang yang diambil seratnya, dan pisang berbiji. Berdasarkan cara komsumsinya buah
pisang dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu golongan banana (dikomsumsi
langsung) seperti pisang ambon, pisang raja, pisang muli, dan lain-lain, dan plaintain
(dikomsumsi setelah dimasak terlebih dahulu), seperti pisang kepok, pisang
tandung, pisang janten.
Perkembangan ilmu dan teknologi saat ini mengharapkan
pangan dapat berfungsi sebagai pemelihara kesehatan dan kebugaran. Bila dimungkinkan,
pangan harus dapat mencegah, menyembuhkan atau menghilangkan efek negatif dari
penyakit tertentu. Kenyataan tersebut menuntut bahan pangan tidak lagi sekedar
memenuhi kebutuhan dasar tubuh yaitu bergizi dan lezat, tetapi juga dapat
bersifat fungsional. Bahan pangan dapat dikatakan bersifat fungsional jika
mengandung komponen (baik mutrisi maupun non nutrisi) yang bermanfaat terhadap
fungsi-fungsi organ di dalam tubuh relevan untuk menjaga kesehatan atau
mempunyai efek fisiologis yang menguntungkan (Roberfroid, 2000 dalam Musita, 2009).
Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak
larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan
bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa
(sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Hewan dan manusia juga
menjadikan pati sebagai sumber energi yang penting.
B.
Tujuan
1.
Mengetahui kandungan gizi pada buah pisang
secara umum
2.
Mengetahui kadar pati pada buah pisang
3. Mengetahui
metode yang dapat digunakan untuk menganalisis kadar pati pada buah pisang
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
Menurut sejarah,
pisang berasal dari Asia Tenggara yang kemudian disebarkan oleh para penyebar
agama Islam ke Afrika Barat, Amerika Selatan dan Amerika Tengah. Selanjutnya
pisang menyebar ke suluruh dunia, meliputi daerah tropis dan sub tropis.
Negara-negara penghasil pisang yang terkenal diantaranya Brasil, Filipina,
Panama, Honduras, India, Equador, Thailand, Karibia, Columbia, Meksiko, Venzuela,
dan Hawai. Indonesia merupakan negara penghasil pisang nomor empat di dunia
(Satuhu dan Supriyadi, 1990).
Pisang tergolong tanaman buah berupa herbal yang tidak
asing lagi bagi sebagian besar masyarakat. Adapun klasifikasi pisang (Musa paradisiaca)
menurut Tjitrosoepomo (2001) :
Kingdom : Plantae
Divisi :
Magnoliophyta
Kelas :
Liliopsida
Ordo
: Zingiberales
Famili
: Musaceae
Genus
: Musa
Species
: Musa paradisiaca
Pisang termasuk dalam famili Musaceae, dan terdiri atas
berbagai varietas dengan penampilan warna, bentuk, dan ukuran yaang
berbeda-beda. Varietas pisang yang diunggulkan antara lain Pisang Ambon Kuning,
Pisang Ambon Lumut, Pisang Badak, Pisang Barangan, Pisang Kepok, Pisang Susu, Pisang
Raja, Pisang Tanduk, dan Pisang Nangka.
Tanaman pisang merupakan tanaman herba tahunan yang
mempunyai sistem perakaran dan batang di bawah tanah. Jenis-jenis pisang yang
ada memiliki perbedaan morfologi uang memberikan variasi dalam kultivar pisang
sehingga dari karakter tersebut dapat membedakan jenis pisang dari beberapa
kultivar, meskipun tanaman belum dewasa dan berbuah. Variasi dalam varietas
pidang dapat diamati di antaranya dari warna kulit buah, warna batang tanaman,
bentuk daun, bentuk buah, dan masih banyak lagi karakter yang membedakan di
antara tiap varietas pisang. Tanaman pisang merupakan herba yang hanya berbuah
sekali (monokarpik), kemudian mati. Tingginya antara 2-9 m, mempunyai batang
bawah tanag (bonggol/corm) pendek
(Yuliasih, 2016).
Buah pisang adalah bahan pangan yang bergizi, sumber
karbohidrat, vitamin, dan mineral. Komponen karbohidrat terbesar pada buah
pisang adalah pati pada daging buahnya, dan akan diubah menjadi sukrosa,
glukosa dan fruktosa pada saat pisang matang (15-20 %) (Bello dkk, 2000 dalam Musita, 2009). Buah pisang adalah salah satu buah tropis yang
berkalori tinggi. Buah ini mengandung mineral dan vitamin dalam jumlah yang
tepat, khususnya bagi kesehatan dan bermanfaat sebagai antioksidan. Kandungan
mineral dalam pisang segar
merupakan nutrisi yang penting bagi tubuh untuk membantu daya tahan sehingga
tidak mudah sakit (Wardhany, 2014 dalam
Yuliasih, 2016).
III. PEMBAHASAN
A. Pati
Pati merupakan salah satu jenis
polisakarida yang banyak terdapat pada tanaman, merupakan polimer dari satuan
α-D-glukosa (anhidroglukosa) dengan rumus empiris (C6H10O5)n. Satuan dasar pati
adalah anhidroglukosa, pengikatan satuan glukosa satu sama lain berakibat
kehilangan satu molekul air yang semula terikat dalam bentuk gugus hidroksil.
Pati disusun oleh dua satuan polimer utama yaitu amilosa dan amilopektin.
Molekul amilosa merupakan polimer dari unit-unit glukosa dengan bentuk ikatan
α-1,4- glikosidik, berbentuk rantai lurus, tidak bercabang atau mempunyai
struktur heliks yang terdiri dari 200-2000 satuan anhidroglukosa sedangkan
amilopektin merupakan polimer unit-unit glukosa dengan ikatan α-1,4- glikosidik
pada rantai lurus dan ikatan α-1,6-glikosidik pada percabangan, terdiri dari
10.000-100.000 satuan anhidroglukosa (Adebowale and Lewal, 2003). Meskipun
sebenarnya amilase dihidrolisa dengan β- amilase pada beberapa jenis pati tidak
diperoleh hasil hidrolisis yang sempurna, β- amilase menghidrolisis amilosa
menjadi unit-unit residu glukosa dengan memutus ikatan α-(1,4) dari ujung non
pereduksi rantai amilosa menghasilkan maltosa (Hee-Joung An, 2005).
Karakteristik setiap jenis pati
dipengaruhi oleh sumber botani, bentuk dan ukuran granula pati, rasio amilosa
dan amilopektin, kandungan-kandungan dari komponen non pati, struktur kristalin
dan amorf. pati tidak larut dalam air dingin, tetapi jika dipanaskan akan
mengalami gelatinasi dan viskositasnya akan naik. Hal ini disebabkan karena
pemanasan yang menyebabkan energi kinetik molekul molekul air menjadi lebih
kuat dari pada daya tarik menarik antara molekul pati dalam granula, sehingga
air dapat masuk kedalam pati dan pati akan mengembang (Akbar dkk, 2013).
Pati penting dalam makanan terutama
yang bersumber dari tumbuh-tumbuhan dan memperlihatkan sifat-sifatnya, pati
terdapat dalam biji-bijian dan umbi-umbian sebagai karakteristik granula pati,
pati tidak manis, pati tidak dapat larut dengan mudah dalam air dingin, pati
berbentuk pasta dan gel di dalam air panas, pati menyediakan cadangan sumber
energi dalam tumbuh-tumbuhan dan persediaan energi dalam bentuk nutrisi. Pati
dihasilkan dari proses fotosintesis tanaman yang dibentuk (disintesa) di dalam
daun (plastid) dan amiloplas seperti umbi, akar atau biji dan merupakan
komponen terbesar pada singkong, beras, sagu, jagung, kentang, talas, dan ubi
jalar. Pati merupakan simpanan karbohidrat dalam tumbuh-tumbuhan dan merupakan
karbohidrat utama yang dimakan manusia. Komposisi amilosa dan amilopektin
berbeda dalam berbagai makanan yang mengandung pati. Amilopektin pada umumnya
terdapat dalam jumlah yang lebih besar. Sebagian besar pati mengandung antara
15% dan 35% amilosa (Chandra dkk, 2013).
Dalam butiran pati, rantai-rantai
amilosa dan amilopektin tersusun dalam bentuk semi kristal, yang menyebabkan
tidak larut dalam air dan memperlambat pencernaannya oleh amilase pankreas.
Bila dipanaskan dengan air, struktur kristal rusak dan rantai polisakarida akan
mengambil posisi acak. Hal ini yang menyebabkan mengembang dan memadat
(gelatinasi). Cabang-cabang dalam amilopektin yang terutama dapat menyebabkan
pembentukan gel yang cukup stabil. Proses pemasakan pati di samping menyebabkan
pembentukan gel juga dapat memecah sel, sehingga memudahkan pencernaannya.
Dalam proses pencernaan semua bentuk pati dihidrolisa menjadi glukosa
(Almatsier, 2004).Selain dari sumber kentang dan singkong, pati juga dapat
dihasilkan dari batang tanaman, seperti pati sagu, dan dari daging buah muda seperti
pisang (Krisna, 2011).
Pati merupakan karbohidrat yang banyak
dijumpai pada tanaman, baik dalam umbi, biji, batang dan buah. Penggunaan pati
sangat luas baik di industri pengolahan pangan maupun di industri, akan tetapi
pati alami kurang bisa diterima dalam pengolahan pangan maupun di industri.
Untuk memenuhi kebutuhan pati yang bisa diterapkan di industri pangan maupun di
industri maka diperlukan adanya proses modifikasi pati. Pati adalah salah satu
bahan penyusunan yang paling banyak dan luas terdapat di alam, yang merupakan
karbohidrat cadangan pangan pada tanaman. Sebagian besar pati di simpan dalam
umbi (ubi kayu, ubi jalar, kentang, dll), biji (jagung, padi, gandum), batang
(sagu) dan buah seperti pisang. Disamping itu pati merupakan zat gizi penting
dalam kehidupan sehari-hari, dimana dalam tubuh manusia kebutuhan energi hampir
80 % dipenuhi dari karbohidrat. Pati dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu pati
alami yang belum mengalami modifikasi (Native Starch) dan pati yang telah
termodifikasi (Modified Starch). Pati alami diperoleh dari pemisahan sari pati
yang terdapat pada tanaman baik yang dari umbi, biji maupun batang. Dalam
bentuk aslinya secara alami pati merupakan butiran-butiran kecil yang sering
disebut granula (Zulaidah, 2012).
Pati merupakan zat gizi penting dalam
makanan sehari-hari. Pati memegang peranan penting dalam berbagai industri
seperti kertas, lem, tekstil, permen, glukosa, dektrosa, sirop fruktosa dan
lain lain. Dalam perdagangan, pati dikenal ada dua jenis yaitu pati biasa yang
belum dimodifikasi dan pati yang telah dimodifikasi. Pati yang belum
dimodifikasi meliputi semua jenis pati yang dihasilkan dari pabrik pengolahan
dasar, misalnya pati tapioka (Koswara, 2006). Pati asli seperti tapioka, pati
jagung, pati sagu dan pati pati lain mempunyai beberapa kelemahan jika dipakai
sebagai bahan baku dalam industri pangan maupun non pangan (Hee-Young An,
2005). Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik, yang
banyak terdapat pada tumbuhan terutama pada biji-bijian, umbi-umbian. Berbagai
macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai atom karbonnya,
serta lurus atau bercabang (Koswara, 2006).
Dalam bentuk aslinya secara alami pati
merupakan butiran-butiran kecil yang sering disebut granula. Bentuk dan ukuran
granula merupakan karakteristik setiap jenis pati, karena itu digunakan untuk
identifikasi. Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utama yaitu
amilosa, amilopektin dan material antara seperti, protein dan lemak Umumnya
pati mengandung 15–30% amilosa, 70–85% amilopektin dan 5–10% material antara.
Struktur dan jenis material antara tiap sumber pati berbeda tergantung
sifat-sifat botani sumber pati tersebut.
Sumber pati utama di Indonesia adalah
beras. Disamping itu dijumpai beberapa sumber pati lainnya yaitu; jagung,
kentang, tapioka, sagu, gandum, dan lain-lain (Tharanathan dkk., 2005). Dalam
keadaan murni granula pati berwarna putih, mengkilat, tidak berbau dan tidak
berasa, dimana secara mikroskopik granula pati dibentuk oleh molekul-molekul
yang membentuk lapisan tipis yang tersusun terpusat (Niba dkk., 2002). Pati
dalam jaringan tanaman mempunyai bentuk granula (butiran) yang berbeda-beda.
Penampakan mikroskopik dari granula pati seperti bentuk, ukuran, keseragaman,
bersifat khas untuk setiap jenis pati. Bentuk butiran pati secara fisik berupa
semikristalin yang terdiri dari unit kristal dan unit amorf. Pati yang berasal
dari biji-bijian tertentu hanya mengandung amilopektin saja yang dikenal dengan
istilah “waxy” atau lilin. Spesies yang penting adalah sorgum lilin, jagung
lilin dan beras lilin (Pudjihastuti, 2010).
B. Kandungan Pati dalam Pisang
Karbohidrat atau hidrat arang adalah suatu zat gizi
yang fungsi utamanya sebagai penghasil energi, dimana setiap gramnya
menghasilkan 4 kalori.Tiap 1 gram karbohidrat yang dikonsumsi akan menghasilkan
energi sebesar 4 kkal dan energi hasil proses oksidasi (pembakaran) karbohidrat
ini kemudian akan digunakan oleh tubuh untuk menjalankan berbagai
fungsi-fungsinya seperti bernafas, kontraksi jantung dan otot serta juga untuk
menjalankan berbagai aktifitas fisik seperti berolahraga atau bekerja.
Polisakarida adalah golongan karbohidrat yang paling banyak ditemukan pada
tanaman seperti pati, selulosa, dan hemiselulosa, juga pada jaringan tubuh
hewan yaitu glikogen pada otot (Rimbawan dan Siagian, 2004).
Komposisi kimia buah pisang bervariasi tergantung pada
varietasnya. Pada umumnya daging buah pisang mengandung energi, protein, lemak,
berbagai vitamin serta mineral seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. Tingkat
kematangan juga mempengaruhi komposisi kimia daging pisang seperti kadar pati,
kadar gula reduksi, kadar sukrosa dan suhu gelatinisasi pati. Tingkat
kematangan ini ditandai dengan perubahan warna kulit pisang seperti yang
dijelaskan pada Tabel 2
Tabel 1 Komposisi zat gizi pisang per 100 g buah segar (Aurore et al.,
2009)
Senyawa
|
Komposisi
|
Energi (Kkal)
|
91.00
|
Air (g)
|
63.00
|
Karbohidrat (g)
|
24.30
|
Protein (g)
|
0.80
|
Lemak (g)
|
0.10
|
Ca (mg)
|
7.00
|
Mg (mg)
|
33.00
|
P (mg)
|
35.00
|
Fe (mg)
|
0.50
|
Cu (mg)
|
0.16
|
B karoten ekuivalen (µg)
|
0.03-1.20
|
Vitamin B1 (mg)
|
0.05
|
Vitamin B2 (mg)
|
0.05
|
Vitamin B6 (mg)
|
0.07
|
Vitamin C (mg)
|
20.00
|
Asam pantotenat (mg)
|
0.37
|
Asam folat (mg)
|
0.16
|
Serotonin (mg)
|
45.00
|
Tabel 2. Komposisi pati, gula dan suhu gelatinisasi berdasarkan
tingkat kematangan warna kulit pisang (Zhang et al.,2005)
Tahapan
|
Warna kulit
|
Komposisi
(100 g Berat Segar)
|
|||
Pati (%)
|
Gula Reduksi
(%)
|
Sukrosa (%)
|
Suhu
glatinisasi (°C)
|
||
1
|
Hijau
|
61.7
|
0.2
|
1.2
|
74
|
2
|
Hijau
|
58.6
|
1.3
|
6
|
-
|
3
|
Hijau ada kuning
|
42.4
|
10.8
|
18.4
|
81
|
4
|
Lebih hijau daripada kuning
|
39.8
|
11.5
|
21.4
|
75
|
5
|
Lebih kuning daripada hijau
|
37.6
|
12.4
|
27.9
|
-
|
6
|
Kuning dengan ujung hijau
|
9.7
|
15
|
53.1
|
80
|
7
|
Kuning sempurna
|
6.3
|
31.2
|
51.9
|
77
|
8
|
Kuning sdikit coklat
|
3.3
|
33.8
|
52
|
–
|
9
|
Kuning banyak coklat
|
2.6
|
33.6
|
53.2
|
81
|
Semua jenis buah pisang memiliki kandungan gizi yang
berbeda-beda. Rata-rata dalam setiap 100
g daging buah pisang mengandung air sebanyak 70 g, protein 1,2 g, lemak 0,3 g, pati 2,7 g, dan serat 0,5
g. Buah pisang juga kaya akan potassium,
sebanyak 400 mg/100 g. Potassium merupakan bahan makanan untuk diet karena mengandung nilai kolestrol, lemak
dan garam yang rendah. Pisang kaya akan
vitamin C, B6, vitamin A, thiamin, ribaflavin, dan niacin. Energi yang
terkandung dalam setiap 100 g daging buah pisang sebesar 275 kJ –465 kJ (Ashari, 2006).
C. Metode Analisis Kadar Pati
Kandungan pati dalam bahan pangan dapat ditentukan
secara volumetrik, titrimetri atau kolorimetri. Penentuan total pati adalah
dengan cara menghidrolisis pati secara sempurna menjadi glukosa. Hidrolisis
pati menjadi gula dapat terjadi saat ada perlakuan asam yaitu memecah ikatan
glikosidik yang menghubungkan antar glukosa. Dapat juga terjadi secara
enzimatis (enzim α-amilase dan glukoamilase) yang memecah molekul-molekul
amilosa dan amilopektin menjadi gula sederhana.
Kandungan glukosa dapat ditentukan menggunakan
metode penetapan gula seperti metode Anthrone, metode fenol, metode Lane-Eynon,
metode Nelson-Somogyi. Kandungan pati ditentukan menggunakan fakor pengali
(0,9). Sehingga kandungan pati adalah kandungan glukosa x 0,9. Dapat ditentukan
untuk analisis kadar pati pada contoh padat atau cair.
1.
Analisis Kualitatif
Karbohidrat dengan zat tertentu akan
menghasilkan warna tertentu yang dapat digunakan untuk analisis kuantitatif. Bila karbohidrat direaksikan
dengan larutan naftol dalam alkohol, kemudian ditambahkan H2SO4 pekat secara
hatihati, pada batas cairan akan berbentuk furfural yang berwarna ungu. Reaksi
ini disebut reaksi molisch dan merupakan reaksi umum bagi karbohidrat.
a. Uji Molisch
Dengan
prinsip karbohidrat direaksikan dengan a-naftol dalam alkohol kemudian ditambah
dengan asam sulfat pekat melalui dinding tabung ,(+) bila terbentuk cincin ungu
(Sawhney, 2005).
b. Uji Barfoed
Pereaksi
terdiri dari Cu-asetat dan asam asetat. Sampel ditambah pereaksi kemudian
dipanaskan,endapan merah bata menunjukkan (+) monosakarida (Krause, 2006).
c. Uji Benedict
Pereaksi
terdiri dari Cu-sulfat, Na-sitrat dan Na-karbonat.Sampel ditambah pereaksi dan
dipanaskan adanya endapan merah cokelat menunjukkan adanya gula reduksi.
d. Uji Iodium
Larutan
sampel diasamkan dengan HCl kemudian ditambah iodin dalam larutan KI. Warna
biru berati (+) adanya pati kalau warna merah (+) glikogen.
e. Uji Seliwanoff
Pereaksi
3.5 ml resocsinol 0,5 % dengan 12 ml HCl pekat diencerkan 3,5 ml dengan aquades
setelah sampel ditambah pereaksi dipanaskan. Warna merah cerri menunjukkan
positif adanya fruktosa dalam makanan (Winarno, 2004).
f. Uji Antron
Prinsip
uji Antron sama dengan uji Seliwanof dan Molisch yaitu menggunakan
senyawa H2SO4 untuk membentuk senyawa furfural lalu membentuk kompleks dengan
pereaksi Antron sehingga terbentuk warna biru kehijauan.
g. Uji Fehling
Pereaksi
terdiri dari Cu-sulfat dalam suasana alkalis, NaOH, ditambah Chelating Agent
(kalium natrium tartrat). Sampel ditambah pereaksi dan dipanaskan adanya
endapan berwarna merah cokelat menunjukkan adanya gula reduksi.
2.
Analisis Kuantitatif
Banyak cara yang dapat digunakan untuk
menemukan banyaknya karbohidrat dalam suatu bahan yaitu antara lain dengan cara
kimiawi, cara fisik, cara enzimatik atau biokimiawi dan cara kromatografi.
Penentuan karbohidrat yang termasuk polisakarida maupun oligosakarida
memerlukan perlakuan pendahuluan sehingga diperoleh monosakarida. Untuk
keperluan ini, maka bahan dihidrolisis dengan asam atau enzim pada suatu
keadaan tertentu.
a. Metode
Luff Schoorl
Uji karbohidrat yang resmi ditetapkan oleh
BSN (Badan Standardisasi Nasional) yaitu
analisis total karbohidrat dengan menggunakan metode Luff Schoorl. Pada tahun
1936, International Commission for Uniform Methods of Sugar Analysis mempertimbangkan
metode Luff Schoorl sebagai salah satu metode yang digunakan untuk
menstandarkan analisis gula pereduksi karena metode Luff Schoorl saat itu
menjadi metode yang resmi dipakai di pulau Jawa.
Seluruh senyawa karbohidrat yang ada dipecah
menjadi gula-gula sederhana (monosakarida) dengan bantuan asam, yaitu HCl, dan
panas. Monosakarida yang terbentuk kemudian dianalisis dengan metode Luff-Schoorl.
Prinsip analisis dengan metode Luff-Schoorl yaitu reduksi Cu2+ menjadi Cu1+ oleh monosakarida. Monosakarida
bebas akan mereduksi larutan basa dari garam logam menjadi bentuk oksida atau
bentuk bebasnya. Kelebihan Cu2+ yang tidak tereduksi kemudian dikuantifikasi
dengan titrasi iodometri.
Reaksi yang terjadi :
Karbohidrat
kompleks → gula sederhana (gula
pereduksi)
Gula
pereduksi + 2 Cu2+ → Cu2O(s)
2 Cu2+
(kelebihan) + 4 I- → 2 CuI2
→ 2 CuI- + I2
I2
+ 2S2O3 2- →
2 I- + S4O6 2-
Osborne dan Voogt (1978) mengatakan bahwa
Metode Luff-Schoorl dapat diaplikasikan untuk produk pangan yang
mengandung gula dengan bobot molekuler yang rendah dan pati alami atau modifikasi.
Kemampuan mereduksi dari gugus aldehid dan keton digunakan sebagai landasan
dalam mengkuantitasi gula sederhana yang terbentuk. Tetapi reaksi reduksi
antara gula dan tembaga sulfat sepertinya tidak stoikiometris dan sangat
tergantung pada kondisi reaksi. Faktor utama yang mempengaruhi reaksi adalah
waktu pemanasan dan kekuatan reagen.
Pereaksi yang digunakan dalam metode Luff-Schoorl
adalah CH3COOH 3%,
Luff Schoorl, KI 20%, Na2S2O3 0,1 N, NaOH 30%, H2SO4 25%, dan
HCl 3%. HCl digunakan untuk menghidrolisis pati menjadi monosakarida, yang akan
bereaksi dengan larutan uji Luff Schoorl dengan mereduksi ion Cu2+ menjadi
ion Cu+.
Setelah proses hidrolisis selesai dilakukan, maka akan ditambahkan NaOH, yang
berfungsi untuk menetralkan larutan sampel ditambahkan HCl. Asam asetat
digunakan setelah proses penetralan dengan NaOH dengan maksud untuk menciptakan
suasana yang sedikit asam. Dalam metode Luff-Schoorl, pH harus
diperhatikan dengan cermat. Suasana yang terlalu asam akan menimbulkan overestimated
pada tahap titrasi sebab akan terjadi reaksi oksidasi ion iodide menjadi I2 (Harjadi,
1994).
O2 + 4I- + 4H+ → 2I2 + 2H2O
Apabila pH terlalu tinggi (terlalu basa), maka
hasil titrasi akan menjadi lebih rendah daripada sebenarnya, karena pada pH
tinggi akan terjadi resiko kesalahan, yaitu terjadinya reaksi I2 yang
terbentuk dengan air (hidrolisis). H2SO4 ditambahkan untuk mengikat ion tembaga yang
terbentuk dari hasil reduksi monosakarida dengan pereaksi Luff-Schoorl,
kemudian membentuk CuSO4. KI akan bereaksi dengan tembaga sulfat
membentuk buih coklat kehitaman. Langkah terakhir yang dilakukan dalam metode Luff
Schoorl adalah titrasi dengan natrium tiosulfat (Harjadi, 1994).
Pada penentuan metode ini, yang ditentukan
bukanlah kuprooksida yang mengendap tapi kuprioksida dalam larutan sebelum
direaksikan dengan gula reduksi (titrasi blanko) dan sesudah direaksikan dengan
sampel gula reduksi (titrasi sampel). Penentuan titrasi dilakukan dengan
menggunakan Na-tiosulfat. Selisih titrasi blanko dengan titrasi sampel
ekuivalen atau sama dengan jumlah kuprooksida yang terbentuk dan sama dengan
jumlah gula reduksi yang ada dalam bahan / larutan. Reaksi yang terjadi selama
penentuan karbohidrat cara ini mulamula kuprooksida yang ada dalam reagen akan
membebaskan iod dari garam Kiodida. Banyaknya iod yang dibebaskan ekuivalen
dengan banyaknya kuprioksida. Banyaknya iod dapat diketahui dengan titrasi
dengan menggunakan Na-tiosulfat. Untuk mengetahui bahwa titrasi sudah cukup
maka diperlukan indikator amilum. Apabila larutan berubah warnanya dari biru
menjadi putih, adalah menunjukkan bahwa titrasi sudah selesai.
b. Metode
Enzimatis
Penentuan gula dengan cara enzimatis sangat
tepat terutama tujuan penentuan gula tertentu yang ada dalam suatu campuran
berbagai macam gula. Cara kimiawi mungkin sulit untuk penentuan secara
individual yang ada dalam campuran itu, tetapi dengan cara enzimatis ini
penentuan gula tertentu tidak akan mengalami kesulitan karena tiap enzim sudah
sangat spesifik untuk gula yang tertentu (Sudarmadji, dkk. 2003).
c.
Metode Kromatografi
Perlakuan dengan mengisolasi dan
mengidentifikasi karbohidrat dalam atu campuran ialah cara untuk menentukan
karbohidrat dengan cara kromatografi. Isolasi karbohidrat ini berdasarkan
prinsip pemisahan suatu campuran berdasarkan atas perbedaan distribusi rationya
pada fase tetap dengan fase bergerak. Fase bergerak dapat berupa zat cair atau
gas, sedang fase tetap dapat berupa zat padat atau zat cair. Apabila zat padat
sebagai fase tetapnya maka disebut kromatografi serapan, sedangkan bila zat
cair sebagai fase tetapnya maka disebut kromatografi partisi atau sebagian
(Sudarmadji, dkk. 2003).
d.
Metode Somogyi-Nelson dan Metode Anthrone-Sulfat
Metode Somogyi-Nelson merupakan metode
penetapan kadar gula pereduksi, dimana prinsipnya, gula pereduksi akan
mereduksi ion Cu2+ menjadi ion Cu+, kemudian ion Cu+ ini akan mereduksi senyawa
arsenomolibdat membentuk kompleks berwarna biru kehijauan (Nelson, 1944). Reagen Nelson berfungsi sebagai katalisator yang
mereduksi kuprioksida menjadi koprooksida karena adanya gula reduksi yang
berwarna merah bata. Jumlah endapan kuprooksida eqivalen dengan julah gula
reduksi yang ada.
Prinsip penetapan kadar pati dengan metode hidrolisis asam yaitu pati dihidrolisis dengan HCL
menjadi glukosa, lalu dinetralkan dengan NaOH. Jumlah gula diukur absorbansi
pada λ 540 nm. Adapun mekanismenya adalah komponen non pati akan hilang pada
saat proses hidrolisis, kemudian ditambahkan pereaksi Nelson somogyi akan
menjadi gula pereduksi menghasilkan warna merah. Selanjutnya ditambahkan Arsenomolibdat menghasilkan
warna biru. Hasil yang diperoleh kemudian diukur nilai absorbansi menggunakan
spektrofotometer. Adapun kadar pati dapat dihitung
dengan mengalikan suatu faktor konversi sebesar 0.90. faktor konversi tersebut
diperoleh dari perbandingan berat molekul pati dengan jumlah berat molekul gula
rendah yang dihasilkan (Sudarmadji, 2003).
Sedangkan untuk metode anthrone-sulfat,
merupakan metode penetapan gula total, dimana prinsipnya, gula pereduksi atau
non pereduksi akan bereaksi dengan asam sulfat pekat membentuk furfural atau
turunannya, kemudian furfural tadi akan bereaksi membentuk kompleks berwarna
kuning kehijauan dengan reagen anthrone (Koehler, 1952). Berdasarkan teori
metode Somogyi-Nelson lebih spesifik jika digunakan dalam penetapan kadar gula
pereduksi pada sampel yang memiliki senyawa gula campuran di dalamnya,
dibandingkan metode anthrone-sulfat.
IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Buah pisang mengandung mineral dan vitamin dalam
jumlah yang tepat, khususnya bagi kesehatan dan bermanfaat sebagai antioksidan.
Kandungan mineral dalam pisang
segar merupakan nutrisi yang penting bagi tubuh untuk membantu daya tahan
sehingga tidak mudah sakit.
2.
Buah pisang memiliki kandungan gizi
yang berbeda-beda pada tiap
jenisnya. Rata-rata
dalam setiap 100 g daging buah pisang mengandung air sebanyak 70 g,
protein 1,2 g, lemak 0,3 g, pati 2,7 g,
dan serat 0,5 g.
3.
Kandungan
pati dalam bahan pangan dapat ditentukan secara volumetrik, titrimetri atau
kolorimetri. Penentuan total pati adalah dengan cara menghidrolisis pati secara
sempurna menjadi glukosa.
DAFTAR PUSTAKA
Adebowale, K.O. and O.S. Lawal. 2003. Microstructure,
Functional Properties and Retrogradation Behaviour of Mucuna Bean (Mucuna pruriens) Starch on Heat Moisture
Treatments. J. Food Hydrocolloid.
17:265-316.
Akbar, Fauzi dkk. 2013. Pengaruh Waktu Simpan Film Plastik
Biodegradasi Dari Pati Kulit Singkong Terhadap Sifat Mekanikalnya. Jurnal Teknik Kimia USU. 2(2): 11-15
Almatsier, S., 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Ashari, S. 2006. Holtikultura Aspek Budidaya (Edisi Revisi). Penerbit
Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta. 481 hlm.
Aurore, G. Parfait, B. Fahrasmane, L. 2009. Bananas, raw materials for making processed food product.Trends in
food science and Technology vol 20 hal 78-91.
Chandra, Andy dkk. 2013. Pengaruh pH dan Jenis Pelarut pada
Perolehan dan Karakterisasi Pati dari Biji Alpukat. Skripsi. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat. Universitas
Katolik Parahyangan
Harjadi. 1994. Kimia Analitik Dasar.
Gramedia: Jakarta.
Hee-Young An., 2005, Effects of Ozonation and Addition of
Amino acids on Properties of Rice Starches. A
Dissertation. Submitted to the Graduate Faculty of the Louisiana state
University and Agricultural and Mechanical College
Koehler, L.H., 1952. Differentiation of
carbohydrates by anthrone reaction rate and color intensity. Journal
Analytical Chemistry, 24, 1576-1579.
Koswara. 2006. Teknologi Modifikasi Pati. Ebook Pangan.
Krause, M.V., dan M.A. Hunscher. 2006. Food
Nutrition and Diet Therapy. W.B. Saunders Company: Philadelphia.
Krisna, Dimas D. 2011. Pengaruh Regelatinasi Dan Modifikasi
Hidrotermal Terhadap Sifat Fisik Pada Pembuatan Edible Film Dari Pati Kacang
Merah (Vigna angularis sp.). Thesis. Program Studi Magister Teknik
Kimia. Universitas Diponegoro. Semarang
Musita, Nanti. 2009. Kajian Kandungan dan
Karakteristik Pati Resisten dari Berbagai Varietas Pisang. Jurnal Teknologi Industridan Hasil Pertanian Balai Riset dan
Standarisasi Industri Bandar Lampung. Vol. 14. No. 1. Maret 2009.
Nelson, N., 1944. A photometric adaptation of
the Somogyi method for the determination of glucose. Journal Biol. Chem, 153(2),
375-379.
Niba L.L., Bokanga, Jackson, Schlimme, 2002,
Phycsicochemical Properties and Srtarch Granular Characteristics of Flour from
Various Manihot Esculenta (Cassava) Genotypes. Journal of Food Science. Vol. 67, No.5.
Osborne, D.R., dan Voogt, P. 1978. The
Analysis Of Nutients In Foods. Academic Press: New York.
Pudjihastuti, Isti. 2010. Pengembangan Proses Inovatif
Kombinasi Reaksi Hidrolisis Asam dan Reaksi Photokimia UV untuk Produksi Pati
Termodifikasi dari Tapioka. Thesis.
Program Studi Magister Teknik Kimia. Universitas Diponegoro. Semarang.
Rimbawan, dan Siagian A. 2004. Indeks Glikemia Pangan. Penerbit Swadaya.
Jakarta.
Satuhu, S. dan A. Supriyadi. 1990. Pisang. Budidaya
Pengolahan dan Prospek Pasar. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sawhney, P., Giammona C.J., Meistrich M.L.,
Richburg J.H. 2005. Cisplatin- Induced long-Term Failure of Spermatogenesis
in Adult C57/Bi/6J Mice. Journal of Andrology, (1) 26.
Sudarmadji, S., Haryono, B. dan Suhardi. 2003. Analisa
Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty: Yogyakarta.
Tharanathan, Rudrapatman., 2005, Starch-Value Addition by
Modification. Critical Reviews in Food
Science and Nutrition. Vol 45, 371-384.
Tjitrosoepomo,
Gembong. 2001. Taksonomi Tumbuhan. Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi.
PT. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.
Yuliasih,
P.D. 2016. Biosistematika Berbagai Varietas Pisang (Musa paradisiaca L.)
Berdasarkan Karakter Morfologi Melalui Metode Fenetik. Skripsi Program
Studi S1 Biologi, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas
Airlangga, Surabaya.
Zhang P, Whistler RL, BeMiller J N, Hamaker BR. 2005. Banana
starch: production, physicochemical properties, and digestibility a review. J
Carbohydrates Polymers, 59 (4), 443-458
Zulaidah, Agustien. 2012. Peningkatan Nilai Guna Pati Alami Melalui
Proses Modifikasi Pati. Majalah Ilmiah
Universitas Pandanaran. 10(22): 2-12.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar